Minggu, 06 Februari 2011

SELEB?? (Episode 4 - 6)


4
HAH?
CKIIIT…!!!
B
is berhenti tiba-tiba. Rupanya ada tiga orang pria masuk. Mereka masing-masing membawa alat musik yang berbeda-beda. Mereka  berada tepat dipinggir tempat duduk Zavril. Pakaian mereka sangat lusuh dan kucel dan tentu saja berbau tidak sedap. Hal itu membuat Zavril menutup rapat-rapat hidungnya.
‘Busseeet… ni orang apa tumpukan sampah sih? Bau benget!! Mana suaranya juga kaya kebo ngelahirin lagi!! Eugh… pusing gua!! Lama-lama gua mabok juga neh!! Waduh minyak angin cap garpu gua mana ya?’. Keluh Zavril dalam hatinya. Dia berusaha mencari sesuatu dari tasnya. Setelah berhasil menemukan yang dia cari, dia pun mengoleskan sesuatu seperti minyak ke sekitar pelipisnya.
“Hhh…”.
Dua lagu pun berhasil para pengamen itu dendangkan dengan berantakan. Setelah puas dengan itu, mereka pun mulai menyodorkan kantong bekas permen kepada para penumpang. Saat mereka menyodorkannya pada Zavril, dia menolaknya mentah-mentah karena terlanjur kesal dengan mereka.
“Huh dasar pelit!! Masa ga mau ngeluarin dua rebu perak aja sih mas!!”. Pinta pengamen itu ketus.
Zavril yang hampir pulas itu pun kembali terperanjat.
“Apa lo bilang!! Gua pelit!!! Nih gua kasih dua rebu dua ratus lima puluh!! Puas loh!!”. Seru Zavril memberi sejumlah uang yang disebutkannya pada pengamen itu.
Para pengamen yang tak mau melawan hanya bisa mengucapkan terimakasih dengan terpaksa dan turun dari bis itu.
Kelakuan Zavril barusan kembali menyorot perhatian seluruh penumpang. Dengan watado dia kembali duduk dan mulai tertidur. Namun, belum sempat dia memejamkan matanya, bis kembali terhenti dan naik lah dua orang pria tua berjanggut dan berbaju kumal gitu deh…
Mereka mulai berkomat-kamit ria dengan ceramah-ceramahnya yang sangat bermanfaat. Zavril mengira mereka adalah orang-orang yang hanya ingin mendoakan para penumpang di bis. Karena itu, dia pun menengadahkan tangannya layaknya berdo’a dan mengucapkan “amin” berkali-kali dengan serius.
Namun, ketika salah seorang pria itu menyodorkan kantong kresek kepada setiap penumpang, Zavril pun kembali berpikir negative.
Saat Zavril memberikan uang seribu, pengemis itu terdiam sejenak dan mulai berkata-kata.
“Anak muda… kita tidak akan pernah tau umur kita sampai kapan… kalau anda hanya memberi segitu, kemungkinan anda akan mengalami kecelakaannya 80%!!”. Ujar pengemis itu berbohong.
“Eugh…!!”.
Zavril berusaha sabar dan kembali merogoh dompetnya. Dia pun menambahkan uang limaratus pada pengemis itu.
“Terimakasih anak muda… tapi kalau anda hanya menambahkan segitu, kemungkinan kecelakaannya mungkin bisa 65,5%!!”. Paksa pengemis itu lagi membuat Zavril semakin panas.
Zavril masih bisa menahan kesabarannya dan kembali menambahkan uang lima ratus perak kepada pengemis itu. Namun, lagi-lagi pengemis itu mengatakan sesuatu yang kembali memancing kemarahan Zavril.
“Aduh anak muda… kalo anda hanya memberikan segitu sih mungkin…”. Belum sempat pengemis itu meneruskan kata-katanya, Zavril berdiri di hadapannya.
“STOP!! Maksud lo apa sih?!! Kalo gua ngasih segitu, ya pasrah aja dong!! Yang penting kan gua ikhlas ngasihnya!! Emangnya nyawa gua ada di tangan lo apa hah!!”. Seru Zavril membuat pengemis itu lari terbirit-birit dan langsung turun dari bis itu.
Lagi-lagi seluruh penumpang memandang ke arah Zavril dan berbisik-bisik satu sama lainnya.
‘Euugh…!!! Gila!!! Gila!! Gila!! Semua orang di bis ini gilaaa!! Gua pengen cepet turuuuun…!!!’. Pekik Zavril dalam hatinya.
Tak ada lagi pengamen ataupun pengemis yang masuk ke bis itu. Akhirnya Zavril pun dapat bernapas lega dan mengatur posisi duduknya senyaman mungkin untuk tidur.
Rupanya anggapan itu salah. Bus kembali berhenti untuk menaikkan segerombolan anak kecil dengan alat musiknya yang berupa sebuah kayu yang dipaku dengan tiga buah tutup botol.
“Aaabdi roombongan… qoosidahan… pasir toooogeeee… baadeee ngahibur aaanjeun sadaya ku lagu ieuuuuu…”. Begitulah kira-kira lirik lagu berbahasa sunda yang mereka bawakan.
Mereka pun menyodorkan kantong plastik yang mereka bawa pada Zavril yang kembali terbangun karena merasa terganggu.
‘Uh… apalagi sih ini!! tapi kalo anak kecil sih dikasih gope juga seneng!!’. Pikirnya sambil memberikan uang lima ratus kepada anak yang memegang plastik.
“Ih… aa mah!! Kantun we dandanan siga jelema beunghar tapi mere ngan gope!! Zaman kiwari mah gope teh ngan bisa meuli permen tilu siki!!! Emangna aa teu ningali ieu dulur-dulur abdi aya sabaraha? Tujuh a!! tujuuuuh!!! Tambahan atuh a sarebu deui mah!!”. Seru anak itu dengan bahasa sunda yang kental.
Zavril tak berkedip memperhatikan anak itu berbicara. Saking tak mengertinya, dia sampai terus membuka mulutnya.
‘Ni anak ngomong apaan sih!! Baru denger gua bahasa aneh kaya gini!! Oh ya, kalo ga salah ini bahasa sunda!! Oooh mungkin dia seneng aku kasih gope kali ya!! aduh aku jadi terharu nih!!’. Pikirnya salah paham.
“Oh iya… sami-sami… urang oge atoh!!”. Ujar Zavril asal jawab.
“Hmpf...”.
”Hihi...”.
”Ha...ha...”.
Bisikan-bisikan tawa penumpang bus yang lain pun menggema.
“Aduh… aa teu ngarti bahasa sunda nya? Maksudna teh… seribu a seribuuu… minta seribuuu…!!”. Pinta anak yang lebih tinggi dari anak tadi.
‘Waduh!! Gua kira apa!! Dasar pengemis zaman sekarang udah berani ngelawan!!’. Gumamnya dalam hati.
Dia pun memberikan uang seribu kepada anak itu dengan terpaksa.
“Taaaah… kitu atuh a!! karek weh ayeuna mah hatur nuhun terimakasih lah!! Tengkyu… tengkyu…”. Seru anak itu lagi sambil lalu.
Tiga puluh menit berlalu dan sudah dipastikan sepertinya tak ada lagi orang-orang seperti tadi. Zavril pun kembali berusaha memejamkan matanya.
Namun ternyata lagi-lagi ada orang yang naik bis itu. Rem dadakan itu kembali membuat Zavril terbangun. Kali ini yang menaiki bis adalah seorang gadis kurus memakai kaos oblong putih dan jeans pendek. Saking kurusnya, kaos dan jam tangan yang ia kenakan terlihat longgar. Rambutnya yang panjang ia biarkan tergerai di bahunya. Tas kecilnya ia dekap erat-erat. Minyak wangi murahan yang ia pakai menyebar ke seluruh ruangan bis.
‘Apalagi nih? pengamen? Pengemis? Atau jangan-jangan numpang goyang dombret lagi!! Huh!’. Keluh Zavril.
Ooh… rupanya gadis itu hanya seorang penumpang sama seperti Zavril. Namun, bis itu sudah terisi penuh, hanya satu tempat duduk lagi yang bisa terisi yaitu tempat di sebelah Zavril.
Kemudian wanita itu mendekati tempat duduk Zavril. Gadis itu pun duduk di sebelah Zavril.
‘Ni cewek apa tulang idup sih? Ceking amat!! Kena gizi buruk kali!! pake parfum apaan seh? Bau minyak tanah!!’. pikir Zavril memperhatikan gadis itu dari bawah ke atas.
Gadis itu pun sadar diperhatikan.
“Ada apa ya mas? Suka ya?”. Tanya gadis itu heran melihat Zavril yang terus memperhatikannya.
“Hah?! Eng… gaak…!!”. Jawab Zavril  mencibir sambil membuang muka.
‘Gile, dia pikir gua suka kali liat tengkorak idup gitu? Geer banget sih!! Kalo gua anjing, baru gua suka sama tulang dia!! Haha…’. Gumam Zavril terus memikirkan hal buruk dari gadis itu.
Satu jam setengah berlalu, Zavril mulai terlelap sambil mendengarkan MP4-nya. Rupanya belum saatnya bagi Zavril bersantai. Wanita disampingnya sibuk mencari-cari sesuatu dalam tasnya. Lalu dia mengeluarkan kantong kreseknya pertanda…
“O… ow…”. Gumam Zavril seolah tau apa yang akan dilakukan wanita tadi.
“Ueeeek…!!! Wuooook… wueeeek…”. Wanita itu pun menumpahkan seluruh sarapan paginya ke dalam kresek tadi dengan sekuat tenaga.
‘Uh, yiaks!! Gua mau turuuun…!! Ya Tuhan tolongin guaaa!!’. Pekik Zavril dalam hatinya.
Ternyata Tuhan mengabulkan permohonannya. Dua orang penumpang yang ada di depannya turun dari bis itu. Dia pun tak menyia-nyiakan kesempatan emas itu. Dia pindah tempat ke bangku depan.
“Fiuhhh…”.
Kembali ia terhanyut dengan MP4-nya.
CKIIT…
Bus kembali menghentikan langkahnya. Dia biarkan seseorang naik kepadanya.
Kali ini, giliran wanita keriting berbadan gembrot yang menaiki bis. Dia memakai pakaian serba merah. Anting merah, sepatu merah dan tas merah mengkilat semengkilat lipstick tebalnya. Yah itu seperti setumpukan daging berselai strowbery.
Oh ternyata penderitaan Zavril belum berakhir. Wanita gemuk yang ternyata genit itu menginginkan duduk di sebelah Zavril yang terlihat keren menurutnya.
‘Busseeet…!!! Yang bener aja neh!! Masa gua musti sebelahan sama gentong merah itu sih? Aduh, bisa-bisa gua kempes juga nih!!’. Pikirnya panik.
Ternyata wanita itu benar-benar duduk disamping Zavril. Tiga per empat kursi itu dipenuhi tubuh wanita ”seksi” itu. Tentu saja badan Zavril pun terseret ke dekat jendela bis.
‘Uh… gua penyet nih!! aduh sesak!!’. Pekik Zavril dalam hatinya.
“Aduh bu, bisa geser sedikit ga? sa… saya… sesak nih!!”. Pinta Zavril sesak.
“Apa kamu bilang?! Emangnya saya ibu kamu apa?! Gini-gini umur saya masih 21 tahun tau!! Kamu liat ga badan saya segede apa?! Kalo saya geser, saya bakalan…”. Seruan wanita itu terhenti saat dia merasa mengenal lelaki yang duduk dengannya itu.
“Tapi bu…”.
“E… eh… i… iya… saya geser!!”. Gumam wanita itu tanpa melepaskan pandangannya dari Zavril.
‘Aduh kayanya aku kenal deh cowo ini!! rasanya dia mirip sama… oh iya Aril!! Zavril Alvino Kertarajasa Krusono!! Eh tapi musti dipastiin dulu!!’. Pikir gadis itu.
“Eh… maaf mas… boleh ngaca di kacamatanya ga?”. Pinta wanita yang sebenernya ingin melihat wajah Zavril itu sambil menepuk-nepuk pundak Zavril.
“Hah!! Emangnya ibu ga bawa cermin? Maaf bu, ini bukan buat ngaca!!”. Tolak Zavril.
Wanita itu kesal dan mecoba melepaskan kacamata Zavril dengan paksa. Sekali lagi hal itu menyorot perhatian para penumpang lain di bis.
“Eh, ngapain sih lo!! Lepasin gua!!!”. Seru Zavril yang kedua tangannya berhasil disergap wanita itu. Rupanya kekuatan tangan wanita itu lebih kuat dari Zavril.
‘Cewe ini gilaaaaaa!!! Adoooowh… bisa-bisa gua ketauaaan!!’. Pekik Zavril dalam hatinya.
Kacamata pun terlepas dan wanita itu dapat melihat jelas wajah artis idolanya itu.
“Kamu kan… Ariiiiiiiiiiiiiil…!!!”. Seru wanita itu memeluk Zavril erat-erat.
‘Ukh…!!’.
Seruan itu kembali membuat seluruh penumpang menoleh ke arah Zavril yang duduk di tengah-tengah bus. Sebagian dari mereka berdiri.
‘Gawaaaaaaat!!!’
“STOOOOP…!!! SOPIR STOOOP!!”. Pekik Zavril pada supir bis.
Bis pun berhenti dengan tiba-tiba. Hal itu membuat para penumpang yang berdiri tadi tersungkur ke lantai. Wanita gemuk itu pun ikut terguling karena tak bisa menahan berat tubuhnya. Zavril pun menggunakan kesempatan emas itu dengan baik. Dia segera loncat dari tempat duduknya, mengambil kacamatanya yang dipegang wanita itu dan lari keluar dari bis itu dan lari menjauhi bis takut dikejar.
“Hhh… selameeet… selameeet…!!”. Desah Zavril menjulurkan lidahnya panjang-panjang saat berhasil kabur.
Nada dering handphone Zavril berbunyi. Nama my mommy pun muncul di layar hp-nya.
”Akh shit!!”. Zavril meng-eject telepon itu.
Hp pun berbunyi kembali, tapi lagi-lagi Zavril meng-eject-nya. Untuk yang ketiga kalinya, Zavril kesal dan hendak mematikan hp-nya. Namun, Kali ini nada smslah yang berbunyi. Ibu Zavril yang khawatir meng-sms-nya.
”Ril, kamu dimana sayang? Kenapa kamu kabur segala? Kenapa telepon mami ditutup terus sih? Mami khawatir sama kamu... cepet pulang... masa Cuma dijodohin aja kabur sih? Calon istri kamu cantik ko... please... mami mohon... pulang ya sayang... mami kangen sama kamu...”.

”Cuma dijodohin katanya?? Akh, emang mami pikir perasaan gua apa???? Shit!!!”.
Nada dering telepon berbunyi lagi. Kali ini Zavril benar-benar kesal. Saking kesalnya, dia melempar handphone mahalnya ke kali yang ada di sekitar situ.
”Huh, masa bodo gua beli yang baru aja!!!”.
Dia melihat ke sekeliling. Dia baru sadar kalau dia belum sampai di tempat tujuan tapi malah terdampar di daerah yang tak ia kenal. Namun, dia lebih mementingkan cacing-cacing dalam perutnya yang mengadakan konser dadakan. Sayang, tak ada restaurant mahal di sekitar situ. Di seberang jalan hanya ada seorang penjual bakso di pinggir jalan. Itupun masih sepi pelanggan. ’Yaah… tak ada jalan laen’.
Penjual itu pun membuatkan pesanan Zavril. Namun, lagi-lagi ia mendapat musibah. Saat ia mengeluarkan dompetnya, seseorang berlari menghadangnya dan mengambil dompet yang dia pegang dengan cekatan. Kemudian orang itu lari secepat mungkin. Zavril terkejut dan mengejar orang itu.
“Woooooooooooy… maliiiiiiiiiiiiiiiing…!!! jangan lari loooooo!!! Sialan looo!!! Balikin dompet guaaaaaa…!!!”. Seru zavril berlari sekuat tenaga.
‘Mati gua!!’
Zavril kembali pada tukang bakso tadi dengan tangan kosong. Rupanya dia tak berhasil mengejar copet itu.
“Heh tukang baso!! Kenapa lo ga bantuin gua ngejar tu maling sih?!!”. Seru Zavril marah-marah.
“Aduh jang, kalo sayah bantuin ujang, nanti dagangan sayah ga ada yang jaga dong!!”. Ujar pedagang itu watado.
“Jadi lo lebih mentingin dagangan lo!! Lagian nama gua bukan ujang tao!!! Ah sialan, mana duit gua semuanya disitu lagi!!”. Seru Zavril kesal.
“Terus jadi ga beli basonya?”. Tanya pedagang itu memegang semangkuk bakso.
“Ga jadeeee!!”. Seru Zavril nyolot sambil lalu.
“E… eh… jang!! jang!! Tunggu dulu!! Karena barusan sayah liat ujang dicopet, jadi bakso ini boleh gratis deh!! Sayah ngarti kok, sayah juga pernah dicopet! Nih!”. Tawar pedagang itu menyodorkan semangkuk bakso tadi pada Zavril.
“Udah gua bilang nama gua bukan ujang!! Lagian gua ga butuh dikasihanin sama lo!!”. Tolak Zavril kasar plus gengsi.
Sayangnya, seruannya itu dibarengi dengan suara konser cacing-cacing perutnya yang semakin kencang dan terdengar oleh pedagang itu.
“Haha… tuh pan!! Lapar kan jang?! Hayo lah makan mah makan we!! Ga usah gengsi-gengsian sama sayah mah!! Ujang teh panggilan orang sunda buat laki-laki muda jang!!”. Tawar pedagang itu lagi kali ini sambil menepuk-nepuk pundak Zavril.
Kaki Zavril pun tak jadi melangkah pergi. Ia balikkan badannya dan menarik semangkuk bakso itu dengan terpaksa. Lalu dia memakannya dengan lahap layaknya orang belum makan seminggu.
“Makasih banyak ya mas!!”. Gumam Zavril yang sebenarnya gengsi setelah selesai makan.
“Yooo… sami-sami…!!”. Sahut pedagang bakso itu menahan tawa.
‘Huh… memalukan!!! Masa seorang Zavril Alvino Kertarajasa Krusono dikasih bakso karena ga punya duit!!! Kalo ini tersebar ke media massa, muka gua mau ditaro dimana?! Dimana?!’. Pikir Zavril kesal sambil terus berjalan tanpa tujuan.
”Sial, tau gini gua ga bakalan lempar hape!! Akh! Kali aja masih ada and berfungsi! Amin...”.
Sambil harap-harap cemas Zavril kembali ke tempat ia melempar hp-nya.
”Yaiks!”. Zavril jijik saat melihat tumpukkan sampah di kali itu.
”Haduh, masuk ga ya? Masuk-ga-masuk-ga-masuk-ga...”. Zavril komat-kamit sambil menghitung kancing jaketnya. Dan...
”Masuk...??? ukh, terpaksa deh... daripada gada duit, kan bisa jual hp... duh, mudah-mudahan ga ada wartawan yang liat! Amin...”. (mana laku hape yang udah nyemplung ke kali! Dasar...)
Perlahan-lahan dia pun turun ke kali sambil menutup hidungnya dan menarik ujung celananya keatas. (ih geuleuh... haha)
”Mana sih, perasaan tadi gua lempar disini...”. Dia jengkel sambil menggerak-gerakkan kakinya.
PRIIIIT... PRIIIIT...!!
Tiba-tiba seseorang seperti polisi memanggil Zavril dari atas.
”Hei dilarang mandi di kali!! Baca papan pengumuman ga?? Cepat kesini!!”. Seru polisi itu.
’enak aja, siapa yang mandi di kali menjijikkan gini!! Duh, mana boleh gua ditilang, duit gua kan gada!! Gua harus kabur!!’.
Cepat-cepat Zavril angkat kaki dari TKP. Sang polisi pun mengejarnya sambil terus membunyikan peluitnya.
Zavril berhasil bersembunyi di sebuah taman bermain. Dia celingukan di dalam rumah-rumahan kecil yang terbuat dari kayu. Sang polisi yang menyangka Zavril masih berlari, terus berlari juga.
Akhirnya, Zavril pun terbebas dari kejaran sang polisi.
“Ini dimana sih? Mana gerah lagi!! Hhh… Jam 10… masa kehidupan seorang artis ternama harus berakhir di tempat ini sih?! Kenapa hari ini gua sial banget siiiiiih!!”. Teriak Zavril sambil melepas jaket, topi dan kacamata hitamnya. Lalu dia duduk di bangku taman sambil mengibas-ngibaskan topi ke wajahnya.
Dua orang gadis yang lewat di depannya tak sengaja melihat wajah Zavril dan…
“HAH!!! Di… dia kan… Ariiiiiiiiil…!!!”. Seru salah seorang gadis menunjuk wajah Zavril.
“Eh iya bener!!! Kyaaaaaaaaa…!!! Foto!!! Foto!!! Cepetaaaan!! Kyaaaaa…”. Jerit gadis lainnya.
“O… ow…!”. Gumam Zavril yang bersiap memasang kuda-kuda untuk berlari.
“Kyaaaaaa… Ariiiiiil… jangan lariiiiiiii…!!!”. Seru kedua gadis itu hendak mengejarnya.
Seruan kedua gadis itu mengundang perhatian warga sekitar yang kemudian melihat siapa yang mereka kejar. Seiring berjalannya waktu, para gadis yang mengejar Zavril pun semakin banyak.
“Kyaaaaaaa…!!”.
“Kyaaaaaaaaaaaaa…!!”.
Zavril pun lari sekencang mungkin dengan kekuatannya yang masih tersisa.
‘Waaa… gawat… gawaaaat… cewe-cewe itu atlet semua apa!! Kenceng banget larinya!! Gawat nih kalo gua ketauan ada disini… percuma gua kabur!! Sialan cewe-cewe centil itu!!’. Panik Zavril dalam hatinya.
“Akh sialaaaan, lagi-lagiiiiii…!!!”. Teriak Zavril ngos-ngosan.
*****
Fany siang itu sedang menyiram bunga di halaman depan rumahnya dengan riang. Kini rambutnya yang dipotong pendek seperti artis BCL serta kacamata yang bertengger di hidungnya benar-benar menjadikan dirinya yang baru.
Lain sekali dengan Zavril yang masih merasakan penderitaannya karena masih dikejar-kejar para fansnya.
Di depannya ada dua buah belokan. Dia memilih belok kanan. Di tempat itu hanya ada satu rumah dan lahan yang luas. Yang pertama ia lihat adalah rumah berpagar hijau yang cukup besar dengan halaman yang lumayan besar pula. Tak ada pilihan lain, diapun membuka pintu gerbang rumah itu yang kebetulan tidak dikunci serta tak ada orang (pikirnya).
Namun pikirannya itu salah. Saking paniknya, dia tak sadar di halaman depan rumah itu ternyata ada seorang gadis yang sedang menyiram bunga yang juga tak menyadari kehadiran Zavril di taman bunganya. Rupanya gadis itu adalah Fany, kebetulan yang sangat mengerikan!! Heu…
Zavril bersembunyi dibalik semak-semak di dekat tangga rumah itu yang ia pikir tempat terbaik untuk bersembunyi.
“Kyaaaaaaa…”.
“Kyaaaaaaaaaaaa…!!!”.
“Ariiiiiiiiil…!!!”.
Seruan para gadis itu semakin dekat. Namun kali ini jumlahnya berkurang. Ooh… rupanya sebagian lagi berbelok ke sebelah kiri alias berpencar. Dasar…
“Ada apaan sih? Cewe-cewe itu berisik banget!! Ganggu aja!!”. Gumam Fany masih sibuk dengan selang airnya.
Salah satu gadis itu berhenti di depan rumah Fany.
“Hei… hei… kamu liat cowo muda ganteng pake kacamata sama topi hitam sama jaket jeans ga? dia lewat sini kan? liat ga? liat ga?”. Tanya gadis itu antusias sambil celingukan memastikan sang idola tak ada di pekarangan rumah itu.
Fany mengernyitkan sebelah alisnya.
“Cowo? Kacamata item? Jaket? Dari tadi perasaan ga ada yang lewat sini deh kecuali kalian!!”. Ujar Fany menghampiri para gadis itu di depan pintu gerbang.
“Ah masa sih? Kamu lengah kali!!”. Paksa gadis berkulit coklat tak percaya.
“Waduh, enak aja!! Dari tadi tuh gue eh saya ada disini nyiram tanaman!! Masa lengah sih? Mata gue eh saya masih normal tau!!”. Seru Fany berusaha tak mengucapkan ‘gue’ sambil menujuk-nunjuk matanya.
“Normal? Kamu kan pake kacamata? Berarti ga normal dong!!”. Timbal gadis berbadan kurus masih belum puas.
“Hei… hei… kok kita jadi ngobrol disini sih? Mendingan kita cepet ngejar Aril lagi, kali aja dia belok ke kiri tadi!! Ayo ah!!”. Sanggah gadis berambut keriting.
“Bener juga ya!! ayo… ayoooo…!!!”. Jeritan itu kembali nyaring di bibir para gadis itu.
‘Heran… nyari orang kok kesini sih? Disini kan cuma ada rumah gue? Eh, perasaan tadi pintu ini gue tutup deh… apa gue lupa ya?’. Pikir Fany heran melihat pintu gerbang rumahnya terbuka.
Fany kembali meneruskan pekerjaannya yang tertinggal barusan. Dengan santai dia siramkan air ke semak-semak tanpa menyadari kalau itu adalah tempat persembunyian Zavril.
“Wuaaaaaaaaaaa…!!!”. Pekik Zavril berdiri seketika.
“Waaaaaaaaaa…!!!”. Jerit Fany terkejut dan masih menyemprotkan air itu ke tubuh Zavril.
“Woy!!! Lo gila ya!!! Kenapa baju gua lo semprot!!! Cepetan matiin air nyaaaa!!!”. Amarah Zavril pun meledak saat seluruh badannya terkena air tak terkecuali bagian dalam.
Fany pun berang tapi sebelum membalas semprotan Zavril tadi, dia mematikan selang air terlebih dulu dan…
“Heh!!! Lo yang gila!!! Ngapain lo masuk rumah gue sembarangan hah!? Lo maling ya!!”. Semprotnya menyurung-nyurung badan Zavril.
“Apa lo bilang?!!! Enak aja lo ngatain gua maling!!! Gini-gini gua tu…”. Belum sempat Zavril meneruskan kata-katanya, Fany bersiap untuk berteriak.
“Oooooooowh… jangan-jangan elo maling yang dikejar orang-orang tadi kan? atau jangan-jangan elo buronan lagi!!! MALIIIIIIING…!! Woooy… orang yang dikejar ada disiniiii!!! Malingnya ada di… mmppfft…”. Dengan cepat tangan Zavril merangkul dan membekap mulut Fany yang hendak keluar rumahnya sebelum dia bertindak lebih jauh lagi.
Namun, dia salah lawan. Fany yang sejak kecil diajari berbagai beladiri oleh kakeknya itu langsung memasang kuda-kuda dan menyikutkan kedua lengannya pada perut Zavril dengan sekuat tenaga. Setelah itu dia mengunci posisi kakinya hingga Zavril roboh ke tanah dan tak berdaya lagi. Saat Zavril hendak berdiri, kaki Fany pun sudah menanti di depan wajahnya dan itu membuat dia tidak bisa terbangun dari situ.
“A… ampun… ampun… i… iya… gu… gua nyerah… gua nyerah… hehe… singkirin dong kaki mulus lo dari wajah mulus gua ini!!”. Pasrah Zavril mengangkat kedua lengannya sambil terlentang di tanah.
“Hohohohooo… makannya jangan coba-coba lawan gue ya!! jadi lo ngaku nih? oke kalo gitu ayo kita ke kantor polisi sekarang juga!!”. Fany pun membantu Zavril berdiri dan hendak membawanya ke luar.
“E… eh… tu… tunggu dulu!! Gua bukan maling!! Bukan maliiing… !!! Jangan bawa gua ke kantor polisi dong!!”. Pinta Zavril berusaha melepaskan tangannya dari Fany.
Fany terhenti, kemudian dia mendelik ke arah Zavril dengan tatapan yang curiga.
“Heh!! Lo pikir, gue bisa ditipu apa!!! Jelas-jelas orang-orang tadi ngejar-ngejar lo!! Itu berarti…”.
“MEREKA FANS GUAAAAA!!!”. Pekik Zavril menghentikan kata-kata Fany.
“Apa?! Eh lo jangan…”.
“SUMPAH!!! SUWER!!! GUA GA BOHOOOOOONG!!!”. Lagi-lagi perkataan Nichi terhenti oleh teriakan Zavril yang memekakan telinga.
“Hm… oke… oke… gua lepasin!! kayanya elo serius juga!!”. Fany pun melepaskan tangannya dari Zavril.
“Trus kalo lo bukan maling, kenapa orang-orang tadi ngejar lo?”. Lanjut Fany masih curiga.
Sebelum menjawab pertanyaannya, Zavril melihat situasi. Kepalanya celingukan ke kiri, kanan, depan, belakang, atas, dan bawah. Heuheu…
““Sebenernya gua kabur dari rumah…””. Bisik Zavril dengan suara yang hampir tak terdengar.
“HAH?! KENAPA??!!”.
“Ssssssuuuuuuut…!!! Emh… gimana kalo kita ngobrolnya di dalem aja? Takutnya orang-orang tadi dateng kesini lagi!! Gimana??”. Pintanya sambil meletakkan telunjuk di bibirnya. Kemudian dia melepaskan topi dan memeras topinya yang basah.
Fany kembali mengernyitkan sebelah alisnya.
“Apa?! Gue ga salah denger nih? emangnya yang tuan rumah disini elo apa!!! Gue kan…”.
“Oh… ya ya ya… ga usah marah gitu dong!! maaf tuan rumah, bolehkah saya masuk?”. Potong Zavril lagi tak betah dengan semprotan Fany.
“Oke, tapi gue dulu yang masuknya!! Ayo!!”. Fany pun mulai memasuki rumahnya diikuti Zavril.
Di dalam rumah, Zavril duduk berasa di rumah sendiri. Dia tumpangkan kaki kanannya ke kaki kirinya.
“Hey, apa ga mau nyuguhin sesuatu? Cola misalnya!! Gua haus neh!!”. Pinta Zavril lagi yang kembali membuat Fany geram.
“Maksud loh?! Lo kan bukan tamu gua!! Sory ya!! jadi siapa lo sebenernya? Hayo ngakuuu!!!”. Tanya Fany bertolak pinggang di hadapan Zavril.
“Weits… tenang… tenang… iya deh… tapi lo janji ya bisa jaga rahasia ini? sebenernya gua adalah…”. Perlahan-lahan dia membuka kacamata hitamnya sambil bergaya.
Setelah itu dia kedipkan sebelah matanya kepada Fany.
Tak ada perubahan pada sikap Fany. Dia masih terdiam, menopang dagunya memperhatikan tamu anehnya itu.
“Terus…??”. Tanya Fany sama sekali tak mengerti dengan kelakuan orang yang ada dihadapannya.
“Hah?! Jadi lo ga kenal sama gua?? Ah masa sih?? Masa lo ga kenal sama gua sih??”. Tanya Zavril tak percaya.
Kemudian dia melepas jaketnya dan memutar badannya kesana kemari layaknya seorang penyanyi.
“Nah, sekarang lo kenal gua kan?”. Lanjutnya mengakhiri gayanya.
Bukannya antusias atau terkagum-kagum, Fany malah semakin panas dengan tingkah laku orang di depannya.
“HEH!! Maksud lo apa sih?! Muter-muter ga jelas gitu di depan gua!! Lo pikir rumah gua panggung pertunjukan?!! Gimana gua mau kenal sama lo kalo lo ga nyebutin siapa lo!!! Jangan-jangan lo beneran buronan ya hah!! Ngaku deh!!”. Serunya menunjuk-nunjuk wajah Zavril.
‘Bussseet… ni cewe apa monster sih? Galak banget!! Tapi gua musti sabar dulu!! Kali aja dia bisa Bantu gua!!’. Pikir Zavril.
“Aduh ko lo dari tadi nyangka gua maling atau buronan terus sih? Emangnya tampang gua kaya buronan apa?! Mana ada maling atau buronan ganteng kaya gini!!”. Ujar Zavril kembali bergaya.
Mendengar hal itu, Fany mengambil sebuah kemoceng diatas meja sudut ruang tamu dan mengacungkannya tinggi-tinggi di depan Zavril.
“HEH, ga usah basa-basi deh lo!! Zaman sekarang teknologi canggih, bisa aja kan lo operasi plastik!!! Cepetan ngakuuuuuu!!!!”. Pekik Fany benar-benar panas seraya mengambil ancang-ancang. (dasar, kalo bisa operasi pelastik ngapain jadi maling...)
‘Yiiiy… syereeem… baru kali ini gua ketemu cewe kaya gini!!!’.
Zavril pun mengangkat tangan dan duduk kembali di sofa.
“Weits…!! Sabar… sabar… Ya deh… sebenernya gua itu Zavril Alvino Kertarajasa Krusono!! Semua orang manggil gua ARIL, A-R-I-L!! Penyanyi sekaligus artis yang suka maen film layar lebar!! Sekarang lo pasti kenal kan?”. Pasrahnya.
Kemoceng pun Fany lepaskan dari tangannya dan ia letakkan kembali ditempatnya. Kemudian dia duduk diatas sofa berhadapan dengan Zavril.
“Artis?? Maksud lo, lo tuh artis gitu? Hmpffft… bwahahahahahahaaa…!!! Gua ga percaya!!! Mana ada artis dari Jakarta ke Sukabumi naek bis!! Biasanya kan pake mobil pribadi!! Ngarang loh!!?”.  Ujar Fany tak percaya.
“Gua tuh naek bis soalnya… eh kok lo tau gua naek bis? Gua juga ga bilang dari Jakarta?”. Tanya Zavril heran.
Fany menyilangkan kedua tangannya sambil tersenyum puas.
“Soalnya lo bau minyak angin padahal lo keliatan sehat!! Biasanya orang sehat yang pake minyak angin itu kalo lagi pusing di bis!!”. Jawabnya pede.
“Emangnya kalo di mobil pribadi ga boleh pake minyak angin?”. Tanya Zavril lagi.
“Selain bau minyak angin, lo juga bau muntah sama parfum cewek murahan!! Diliat dari stailist lo sih, ga mungkin lo pake parfum kaya gitu, itu berarti lo duduk bareng cewek lama ampe cewenya muntah dan itu biasanya ada di bis! Trus dari logat lo kayanya lo orang Jakarta!!”. Jelas Fany mengakhiri.
‘Wueh… hebat juga bisa nebak jitu gitu!! Kaya Sherlock Holmes aja!! Tapi padahal logat dia juga kaya orang Jakarta ko’
PLOK!! PLOK!! PLOK!!
“Hebat!! Hebat!! Gua salut sama insting detektif lo!!”. Pujian Zavril itu sempat membuat Fany geer dan sejenak lupa akan kemarahannya. Dia senyum-senyum sendiri dan larut dengan dunianya.
‘Yes!! Akhirnya dia geer juga!!’
Namun beberapa saat kemudian, dia sadar dan kembali ke alam nyata.
“HEH!! Ngapain lo tepuk tangan!! Lo pikir gua geer apa dipuji sama maling?”. (padahal emang geer!!)
Zavril merenung sejenak. Dia berharap ada keajaiban yang bisa menolongnya saat itu. Di ruangan tengah, TV menyala dengan sangat keras. Acara yang sedang ditayangkan adalah acara memasak. Kemudian diikuti dengan iklan. Iklan itu ternyata cuplikan dari film yang dibintangi Zavril.
Zavril terperanjat dan segera berlari ke ruang tengah. Kemudian dia berteriak kencang-kencang.
“Hey liat!! Liat!! Ini gua!! ini gua!! liat!! Ini film gua!!”. Seru Zavril antusias menunjuk-nunjuk gambar dirinya di televisi.
Fany pun segera menyusul Zavril dan memperhatikan TV itu dengan seksama.
“Hm… emang sih rada  mirip!! Tapi pertanyaan gua tadi belom dijawab!! kalo lo artis, kenapa lo naek bis? Trus mau ngapain lo lama-lama disini??”. Tanya Fany masih bernada marah.
“Sebenernya tadi… hape gue jatoh ke kali (padahal sengaja dilempar, salah sendiri!!) dompet gua dicopet, trus semua duit gua ada disitu… jadi… gua… mau… emh… lo tau kan?”. Ujar Zavril berhati-hati dengan ucapannya.
“Apa??? Gua kaga ngarti!!! Lo mau pinjem duit buat pulang ya?? sory aja ya, gua ga bakalan minjemin duit sama orang yang baru gua kenal!!”. Seru Fany mantap.
“Bukan itu!! Gua ga mau pulang kok!! Gua cuman pengen… ikut nginep dirumah lo beberapa hari aja gitu!! Hehe… boleh kan… pasti boleh dong!!! gua kan…”. Zavril tak melanjutkan kata-katanya saat melihat ekspresi wajah Fany yang berubah layaknya monster yang siap menerkam mangsanya.
“APAAA??!!!! MAKSUD LO,  GUA MUSTI NGIZININ ORANG YANG KEMUNGKINAN MALING KAYA LO NGINEP DI RUMAH GUA YANG TINGGAL SENDIRI INI??!!!! HAH!!!”. Pekik Fany tak sanggup menahan emosinya.
Zavril terkejut dan menutup rapat-rapat telinganya dengan kedua tangannya. Dia menelan ludahnya yang langsung naik ke tenggorokan. Keringat panas dan dingin mengucur di pelipisnya.
‘Busseeet… baru kali ini gua di marahin cewe!! Mami aja ga pernah melotot gini!! Gua sumpah deh ga bakalan mau punya istri kaya gini!! Kalo gua ga kepepet gini sumpah deh gua ga bakalan mao nginep disini!!’. Pikirnya.
“Kenapa sih lo masih nyangka gua maling?! Udah jelas-jelas tadi di TV ada gua!! lo ga percaya sama gua?? gua janji deh gua ga bakalan ngapa-ngapain elo!!! Dijamin!!! Gua juga masih punya harga diri tao!!!”. Seru Zavril sedikit marah.
“Lo bego apa bodoh sih? Tadi kan gua udah bilang kalo gua tinggal sendiri disini!! Apa kata orang kalo tau gua tinggal sama cowo yang sebaya sama gua, berdua pula HAH??? Pikir dong, pikiiiir!!!”. Pekik Fany tak mau kalah sambil menunjuk-nunjuk pelipisnya.
Zavril terdiam sejenak. Kembali dia memikirkan kata-kata untuk meluluhkan hati Fany. Dia terduduk lesu. Kemudian dia berpura-pura berwajah sedih.
“Hhh... Ya udah lah, ini emang salah gua! harusnya gua ga kabur dari rumah!! harusnya gua mau dijodohin sama cewe yang ga gua cinta!! Padahal gua kira cuma elo satu-satunya harapan gua!! gua minta maaf kalo gua udah nyakitin hati lo!! Gua emang salah udah numpang nginep dirumah seorang gadis yang sangat waspada kaya lo!! Gua bego ya!! maaf udah ngerepotin!! Gua pergi!!”. Tutur Zavril lancar tentu saja dengan ekspresi memilukan layaknya orang yang mau mati besok.
Kata-katanya barusan membuat Fany lupa akan profesi Zavril yang seorang artis itu. Sejenak ia berhenti berkata-kata. Amarahnya yang tadi meluap-luap sedikit meredup dan berganti menjadi rasa bersalah dan rasa iba.
Perlahan-lahan Zavril pun beranjak dari duduknya. Diraihnya tas ransel berisi baju-baju mahalnya. Ditariknya kenop pintu dan hendak keluar rumah. Namun, baru saja dia akan melangkahkan kakinya, Fany menghentikannya.
“TUNGGU!!!”. Seru Fany menarik lengannya.
“Lo… boleh nginep disini!! Tapi… ada syaratnya!!”. Lanjutnya melepaskan tarikannya.
‘Yes!!’
“A… apa bener??!! Serius??!! Lo… baik banget!! Makasih banget ya!! lo bener-bener baik!!”. Seru Zavril pura-pura senang dan langsung mengeluarkan pelukan mautnya.
‘Huh sebenernya gua males banget pura-pura memelas sama meluk cewe monster ini, tapi cuma ini satu-satunya cara meluluhkan hati cewe hutan kaya gini!!’. Pikir Zavril.
Fany terkejut dengan pelukan Zavril itu. Sesaat dia hampir terhanyut dengan pelukannya tapi tentu saja dia langsung kembali ke alam nyata. Heuheu… dengan cepat ia lepaskan pelukan Zavril dengan kasar.
“EHEM…!!! Jangan pikir gue geer dipeluk sama cowo kaya lo ya!!! (sempet geer dikit seh…), gue belom beres ngomong tao!! Kalo lo mo nginep disini, lo harus nyamar dulu jadi sodara gue, trus selain itu lo juga harus jadi…”. Belum sempat Fany meneruskan kata-katanya, Zavril kembali menyerang dengan pelukan mautnya.
“Gua setuju!!! Gua setuju!!! Gua mau nyamar jadi sapa aja, asal boleh tinggal sementara disini!! Gua bakal nurut semua perintah lo!!”. Serunya kali ini serius.
Fany kembali risih. Dilepaskannya pelukan Zavril keras-keras hingga dia tersungkur ke lantai.
‘Ni cowo agresif banget sih, maen sambar aja!! Dia pikir gua boneka teddy bear apa!!’.
‘Waduh, kayanya ni cewe marah sama gua! kenapa juga gua meluk dia lagi ya? terlalu seneng gua!! barusan spontan sih, gua juga ga nyadar!’. Pikir Zavril.
“HEH jangan kira gua bakalan suka sama lo cuman gara-gara dipeluk sama lo ya!! dasar cowo genit loh!!”. Pekik Fany benar-benar kesal.
Tak terima dikatai seperti itu, Zavril pun kembali naik darah.
“Apa lo bilang?!! Asal lo tao aja ya, gua meluk sama memelas gitu tuh cuma taktik gua aja biar lo ngizinin gua nginep dirumah lo!!! Bukan… Ups…”. Zavril kelepasan dan cepat-cepat menutup mulutnya.
Kali ini, wajah Nichi benar-benar menyeramkan. Dia silangkan kedua tangannya dan bersiap-siap menyemprot lagi.
“Ooooh jadi gitu ya… hm… bagus… bagus… tapi, berhubung gue perempuan yang masih punya hati nurani, gue mau nolongin lo dengan satu syarat aja!!”. Fany berusaha tenang sambil tersenyum licik.
Zavril benar-benar tak menyangka Fany akan mengatakan hal itu. Dia pun tidak pernah menyangka apa yang akan dikatakan Fany selanjutnya. Dia terlanjur sumringah dengan ucapan Fany tadi.
“Iya… iya… gua setuju… DEAL!! Makasih ya, ternyata lo baik banget!! Maafin gua ya tadi gua kelepasan!!”. Seru Zavril bahagia sambil terus menciumi punggung tangan Fany.
Fany yang jijik, dengan segera mengibaskan tangannya dengan kasar.
“Heh!! Gue belom selese ngomong tao!!!! Kalo lo mau nebeng tinggal disini, lo harus jadi pembantu alias babu gue!!! DEAL YAH!!!”. Ujar Fany sambil menunjuk-nunjuk dada Zavril yang lebih tinggi 10 cm darinya.
Kali ini Zavril sungguh terkejut sampai-sampai mulutnya tak berhenti menganga.
“APA?!!! Lo gila ya!! gua kan artis, mana ada artis yang jadi babu!!! Apa kata fans-fans gua nanti!!! Mau ditaro dimana muka ganteng gua ini hah!!! Pikir dong!! pikiiiiiiir!!!”. Pekik Zavril marah-marah.
“Oh, jadi lo lebih pengen tinggal dan ngemis di jalanan karena kere daripada tinggal gratis dirumah gua yang nyaman ini? yaudah, kalo gue sih seneng-seneng aja!!”. Kata Fany benar-benar puas.
Zavril tak bisa berkata apa-apa lagi. Dia benar-benar terkena skak matt!!
“Hhh… iya deh… gua nyerah… nyerah… gua setuju deh jadi ba… babu lo!! Tapi gua juga pengen digaji dong!!”. Pinta Zavril memelas.
“Iya kan dengan lo tinggal, makan, dan apa-apa gratis dirumah gua, itu semua gaji lo!!! Puas loh!!! Udah lah lo jadi babu gua mulai dari sekarang!! Cepet bersihin bekas aer yang netes dari baju lo yang basah itu!!! Trus cepet-cepet mandi, udah gitu siapin makan malam, trus, bla… bla… bla…”. Suruh Fany tak berhenti menyebutkan tugas-tugas Zavril.
Zavril terhenyak. Dia hanya bisa terdiam dan meratapi nasibnya. Rasanya dia ingin sekali menjerit.
‘Aaaaaaaaarghhh… kenapa nasib gua kaya giniiiii!!! SIAAAAAAAALLL!!!’. Jeritnya dalam hati.
“Iya… iya… iya… gua bakalan ngerjain tugas-tugas itu asal mulut lo diem!! Tapi sebelumnya, gua ga tau nama lo…”. Kata Zavril menghentikan mulut Fany yang terus berkomat-kamit tentang tugas-tugasnya.
’Hah nama?? Oia gue kan belum punya nama palsu!? Duh gimana nih?’
Kemudian dia teringat kata-kata Maya...
”Nichi?? Apaan tuh?”.
Fany masih cemberut. Kali ini dihabiskannya jus strawberrynya yang tinggal setengah lagi.
”Nichi itu matahari, hari ini lo kaya matahari, panas banget!! Hahahaaa...!!”.
“Na-nama gue... Ni-Nichi... Panggil aja gue Nyonya Nichi ya!!”. Ujar Fany sedikit tertunduk ragu.
Zavril kembali mengernyitkan sebelah alisnya.
’Hmppf... nama apaan tuh? Aneh banget!’
“Nyo-nyonya???”.
“Akh, lo gila ya?? Masa’ gua yang artis terkenal ini musti …”.
Belum sempat Zavril meneruskan kata-katanya, Nichi pun langsung angkat bicara.
“Oh gitu ya? Jadi lo…”
“Ukh,, ya… ya… NYONYA!!!”. Sambar Zavril menghentikan celoteh Fany.
*****
Malam pun semakin larut, burung-burung berhenti berkicau. Jalanan sepi, sebagian rumah warga mematikan lampu pertanda mereka sudah sibuk dengan alam mimpinya masing-masing. Hanya burung hantu, katak, jangkrik dan binatang-binatang malam lainnya yang berlatih paduan suara.
Rupanya, masih ada seorang pemuda yang masih belum bisa terlelap. Tak lain dan tak bukan dia adalah Zavril. Didalam kamarnya yang dekat dengan dapur, sambil mondar-mandir di pinggir tempat tidur, dia terus menggerutu.
Dia meratapi nasibnya yang amat sangat sial banget sekali hari ini. Mulai dari satpam di rumah yang keras kepala, salah naek bis, para pengamen konyol di bis, penumpang sebangku muntah, cewek gembrot, nyasar, hape nyemplung di kali, dompet di copet, dikasih baso gara-gara kanker (kantong kering), dikejar-kejar polisi, belum lagi dikejar-kejar fans, eh malah terperangkap di sarang monster.
“Aaakh siaaaaal!!! Sialaaaan!! Kenapa gua kalah sama cewe tengil ituuuu!! Masa gua yang artis ternama ini musti tidur di kamar pembantu sih!! Awaz ya kalo… bla… bla… bla…!!!”. Pekiknya.






5
SMA?
KRIIING…!! KRIIING…!!
J
am bekker di kamar Fany yang kini berganti nama jadi Nichi itu berbunyi sangat nyaring seakan menusuk telinga kiri dan keluar di telinga kanan. Ia pun terbangun dan melihat jam bekker nya.
“Ow jam ENAM!! Gue kan musti MOS neh!! Wuaaaa… kudu buru-buru mandi neh!!”. Jeritnya.
Sementara itu, Zavril yang tumben-tumbennya sudah bangun, bahkan menyiapkan sarapan pagi itu sekarang sedang mengepel lantai. Wow LUAR BIASA!!
Dia mengepel sambil menonton acara gosip kesukaannya. Dasar... Tak disangka, yang menjadi gosip TERHOT pagi itu adalah kehilangan Zavril.
”Aril, mami mohon Nak, pulang... hiks... mami kangen... hiks... kamu dimana sayang?”. Isak Mami Tamara.
”Pemirsa, dimanakah artis yang digilai kaum hawa itu?? Oh baru saja kami mendapat informasi kalau Zavril berada di daerah Sukabumi. Berikut laporan dari reporter kami yang sedang di sana”.
”Iya, saya sekarang sedang  berada di Sukabumi. Saya kebetulan bertemu dengan seorang saksi yang pernah bertemu Zavril. Apakah benar anda pernah bertemu dengan Zavril??”. Tanya wartawan itu kepada seorang gadis berambut keriting.
”Iya, waktu itu gueh sama temen-temen ga sengaja ketemu ama Aril. Dia pake jaket jeans, kacamata item, ma topi item gituh. Terus pas kami kejar, eh dia lari ga tau kemana deh...”. Jawabnya sok berkata ’gueh’ tapi tetap berlogat sunda, sambil terus merapikan rambutnya dan celingukan kearah kamera.
”Baiklah, terimakasih atas infonya. Pemirsa jangan kemana-mana, tetaplah bersama kami dalam acara BIGOS!!”. Ujar wartawan pria itu dengan dihiasi para warga disana yang berada dibelakangnya, berebutan curi-curi terlihat kamera.
TIT!!
Zavril mematikan televisi dan kembali bekerja. Dia pikir, dia tidak akan pulang dulu sebelum ibunya berjanji untuk membatalkan perjodohannya. Lagipula, dia belum punya uang.
Gara-gara melamunkan siaran barusan, kerjaannya jadi semakin kacau. Bikin sayur, sebelumnya ga dicuci atau dipotong dulu, masak telor garamnya kebanyakan. Udah gitu ngepel pun serba licin dimana-mana, sabunnya semua dimasukkan ke ember. Huh dasar!!
Nichi yang sedang terburu-buru itu keluar kamar sambil lari-lari. Berlari di lantai yang licin tentu bisa mengakibatkan suatu peristiwa yang…
BRUGH!!
“Wadaooow…!!! Ariiiiiiiiiill…!!!”. Teriaknya ysng masih terduduk di lantai dengan baju yang basah semua.
Merasa terpanggil, Zavril bergegas menghampiri asal suara.
“Ada apa Nyony… hmpffft… bwuaahahaaaaaaa…!!! Lo kaya gembel!!! Wahahahaaaa…!!!”. Tawa Zavril pun melengking.
 “Heh, lo ketawa gue usir loh!! Maooo!!!”. Ancam Nichi kesal dan langsung terbangun.
“Kalo kerja tuh yang bener coba!!! Masa’ lantai licin semua seh?!! Liat neh, baju gue basah semua!! Terpaksa musti ganti baju lagi!!!”. Lanjutnya yang langsung bergegas ke kamarnya.
Sambil menggerutu dalam hati, Zavril pun terpaksa membenahi lagi semuanya.
Setelah selesai, Nichi yang masih terburu-buru itu langsung menuju ruang tamu dan berusaha membuka kunci rumahnya.
Merasa hasil kerja kerasnya tak disentuh sedikitpun, Zavril mencegah Nichi pergi.
“Woy Chi!! Eh Nyonya!! Masa’ lo ga makan masakan gua sih?? Lo ga ngehargain gua tau!! Tau ga, gua tuh kerja keras banget masak kaya gini!! Gua… mmpfft…”
“STOOOOOOOP…!!!”. Geram Nichi menutup mulut Zavril dengan telapak tangannya.
“Ya gue makan!! Puas lo!!!”. Dengan langkah yang terpaksa , Nichi menuju meja makan dan mulai menuangkan sayur ke piringnya. Tapi, dia benar-benar terkejut melihat wortel yang masih panjang ada di dalam mangkuk sayur itu. Begitu juga kentang yang lengkap dengan kulitnya.
“Heh!! Lo bikin sayur apa lalab seh?!! Masa’ wortel sama kentangnya masih utuh kaya gene seh?!! Mana masih mentah pula!!”.
Setelah selesai mengomentari sayur, dia mulai mencicipi telor mata sapi.
“PUAH!! BLEH… bleh… makanan apaan neh?! Lo masukin garem berapa bungkus?! Akh, gue berangkat aja!! Lo makan aja makanan alien itu sendiri!!!”.
”Heh di rumah gua ini banyak kamera pengawas yang ga keliatan, jadi gua bakal tau segala aktivitas lo!! Makannya jangan macem-macem atau gua lapor polisi!!”. Ancam Nichi melotot.
Masih dengan terburu-buru, Nichi keluar meninggalkan rumahnya. Sedangkan Zavril terduduk sambil menahan amarahnya.
“Huh dasar, mana mungkin gua macem-macem, gua juga masih punya harga diri!! Lagian lo aja kali yang alien!! Ini kan makanan manusia!! Udah susah payah gua bikin!! Ga enak apanya coba!!”. Dia pun mulai mencicipi telor mata sapi buatannya itu.
“Phuh… phuaah…!!! Weks!! Emh… ternyata rasanya emang… menarik!! Heuheu… oh ternyata dia juga baru mau masuk SMA, kaya gua dong!!”.
*****
Sementara itu, Nichi yang baru tiba di sekolahnya tentu saja saaaaaaaaaangat kesiangan.
Dia terus berlari, berlari dan berlari menuju gerbang sekolahnya. Tanpa menyadari orang lewat, ia menabrak seseorang yang juga hendak ke sekolah itu.
BRUKK!!
Kacamata mereka berdua pun terjatuh. Ari, cowo yang bertabrakan dengan Nichi itu berusaha mencari kacamatanya dengan meraba-raba lantai. Merasa kasihan, Nichi pun mengambilkan dan memakaikan kacamata itu pada Ari. Sejenak Ari memandang wajah Nichi yang tak memakai kacamata dan dia pun terpesona. Namun, karena terburu-buru Nichi langsung saja berlari tanpa mempedulikan kacamatanya. Melihat itu, Ari berusaha mengejarnya.
“Heeeeeeei tungguuuuu!! Kacamata kamuuuuuu…!!”. Teriaknya.
Namun teriakannya itu tak dihiraukan oleh Nichi yang masih terus berlari.
Akhirnya, sampai juga di depan gerbang sekolahnya.
“Heeeeeeeeeeeeeeeeei…!!!”. Teriak Ari berhasil mengejar Nichi.
“Hhhh… hhh… ini… kacamata kamu… hh… keting… galan… hh… hh…!!”. Ujarnya terengah-engah sambil menyerahkan kacamata Nichi.
“Mata kamu normal ya? Ko pake kacamata sih?”. Tanya Ari sedikit tenang.
Nichi terkejut dan buru-buru merebut kacamatanya dan memakainya.
“Hah, ah… e… enggak… saking buru-burunya, saya jadi lupa kacamata…!! Tapi mata saya emang ga normal kok!! Makasih ya…!”. Ujar Nichi tersenyum dan membuat Ari kembali terpesona.
Mereka berdua pun masuk melewati gerbang sekolah yang sudah dijaga oleh senior-seniornya.
Melihat ada adik kelasnya yang kesiangan, tentu saja para OSIS itu geram dan mencegah mereka masuk.
“Heh kalian!! Ini udah jam berapaa!! Kalian kesiangan tauuuuuu!! Sekarang cepetan jalan jongkok dari gerbang ke dalam!! Cepeeeeeeeeeet!!”. Seru seorang cewe seksi.
Serentak mereka berdua pun melaksanakan apa yang diperintahkan kakak kelasnya itu.
Setelah berada di dalam sekumpul anggota OSIS lain datang menghampiri mereka berdua.
“Heeeeei liaaat, ada sepasang anak culun kesiangaaaaaaan!! Huahahahaaaa!!”. Tawa mereka pun bergema.
“Yaiyalah kesiangan, mereka pasti ga bisa liat jam beker soalnya kan matanya BUTA!! Bwahahahahaaa!!”. Seru salah seorang seniornya puas.
“Eh mereka kan kesiangan, gimana kalo kita jailin dulu aja!! Setuju ga??”. Seru cowo cungkring.
“Seeeep..!!”. Seru semua senior yang berkumpul disitu.
Nichi meremas-remas telapak tangannya menahan amarah. Kemudian dia melirik kearah Ari yang sedari tadi hanya tertunduk ketakutan.
‘EUGH!! KESEL GUA!!’ pekik Nichi dalam hatinya.
Kemudian salah seorang seniornya menghampiri Ari yang semakin ketakutan sampai-sampai mengeluarkan keringat dingin.
“Heh nama lo siapa??”. Tanyanya berlagak sok.
“A… ari kak…”. Jawab Ari gugup.
“Heh Ari sekarang cepetan lo lari keliling lapangan ini sepuluh keliling!! Kalo udah beres, baru cewe lo ini ngikutin! CEPET!!!”. Suruh senior yang tadi sambil melotot.
“I… iya ka…”. Sahut Ari hanya bisa mengiyakan dan mulai memasang kuda-kuda.
‘HAH!! Dasar gila nih senior!! Kan kasian!!’ pikir Nichi.
“Eh tunggu!!”. Seru senior yang lain melegakan Ari dan Nichi yang mereka pikir akan menyelamatkan mereka.
“Lebih seru lagi kalo kacamatanya dilepas!!! Bwuahahahaaa!!”. Serunya melepaskan kacamata Ari dan membuatnya tersungkur ke lantai.
“UH…!!”. Pekik Ari kesakitan.
Nichi semakin merasa geram dan berusha menahan amarahnya.
“Ayo cepetan!!! CEPET!!”. Seru senior itu lagi.
Dengan terpaksa Ari pun melangkahkan kakinya dengan gemetaran.
Belum sampai satu keliling, dia berulang kali terjatuh. Bukannya menolong, Kakak-kakak seniornya malah tertawa dan menikmatinya, seakan-akan itu sebuah pertunjukan lawak.
Melihat itu, Nichi pun tak bisa menahan amarahnya lagi. Kemudian dia berlari menghampiri Ari.
“Hey ngapain tuh cewe? Cari masalah ya?”. Ujar seorang senior.
Nichi pun membantu Ari yang terjatuh untuk berdiri.
“Udah cukup!! Kalian emang senior kami!! Kakak kelas kami!! Dan para OSIS!! Tapi kalian ga bisa seenaknya bertindak kasar sama kami!! Emangnya ini sekolahan tempat penyiksaan apa!!”. Seru Nichi marah.
Tentu saja itu membuat semua senior yang ada disitu geram. Walaupun begitu ada juga sebagian yang sedikit malu.
“Heh lo anak kecil mau sok jadi pahlawan ya!! Lo berani sama kita hah?! Lo mau dihukum?!”. Serunya melotot.
“Kalo mau ngehukum boleh aja tapi ga usah sampe kelewatan gini dong!! Liat dia!! Kalian puas udah bikin dia kaya gini?! Saya berani karena benar!! Kalian mau saya laporin ke kepala sekolah?! Atau bila perlu kantor polisi sekalian!! Atas kasus penganiayan terhadap calon siswa baru!!”. Seru Nichi tak sedikitpun ragu.
Seorang senior pria yang tak terima dengan perkataan Nichi langsung menghampirinya dan menarik kerah bajunya dengan kasar.
“Heh kalo lo berani laporin ini ke kepala sekolah, gua bakalan…”.
“Apa?!!! Lo bakalan apa?!! Bakalan gini?!!”. Potong Nichi yang langsung menarik tangan pria itu dan melemparkannya ke lantai. Yah, seperti tehnik judo itu loh. Wow…!!
“AKH…?!!”. Pekik pria itu kesakitan.
Semua kakak senior wanita tampak terkejut dengan peristiwa itu. Sebagian ada yang lari meminta bantuan.
Kemudian dua orang teman pria itu membantunya berdiri dan mulai menyerang Nichi.
Namun sayangnya, lagi-lagi tindakan mereka itu bisa dilawan oleh Nichi dengan jurus karatenya yang sangat cepat. Serentak kedua orang itupun tersungkur ke lantai.
Yah, emang Nichi itu bisa menguasai berbagai teknik bela diri berkat kakeknya dan film-film action yang sering ia tonton.
“Ukh…!!”. Pekik teman pria tadi yang juga kesakitan.
“Adaooow…!!”.
“Ce… cewe ini kuat banget!!”. Ujar salah seorang pria itu.
Beberapa saat kemudian datang para OSIS lain beserta seorang guru kesiswaan.
“Ada apa ini!! Kenapa rebut-ribut!!”. Tanya Pak Yusuf selaku guru kesiswaan.
“Pak, anak ini ngelawan Pak!! Dia kesiangan jadi saya hukum, tapi dia ga mau malah ngelawan saya!! Liat Pak kami jadi babak belur gini!! Hukum aja dia Pak!!”. Seru pria tadi.
Pa Yusuf tidak segera bertindak. Dia heran kenapa tiga orang pria senior itu bisa babak belur oleh seorang anak perempuan?
“Bener? Tapi kenapa kalian bisa babak belur sama seorang anak perempuan ini?”. Tanya Pa Yusuf heran.
Ketiga pria itu terkejut dan hampir kehilangan kata-kata. Bisa saja mereka katakan itu benar tapi rasa gengsi mengalahkan itu.
“E… emh… kami ngalah Pak!! Soalnya kami ga mau anak ini terluka jadi kami ngalah iya kan?”. Jawab pria cungkring.
“Iya… iya… bener Pak!!”. Lanjut temannya mengiyakan.
Mendengar hal itu, Nichi pun tak mau kalah.
“Itu bohong Pak, mereka menghukumnya sudah keterlaluan! Masa teman saya disuruh lari sepuluh keliling tanpa memakai kacamata? Akibatnya dia jadi lecet-lecet gini Pak…!”. Seru Nichi.
“Bohong Pak, bohong… kami ga nyuruh gitu kok…!! Emang dia ga pake kacamata kan?”. Bantah pria tinggi sambil menyembunyikan kacamata Ari di sakunya. ’Dasar bodoh…’
“Kalo bener gitu, kenapa kacamatanya di sembunyikan di saku?”. Desak Nichi.
“I… ini… punya saya Pak?”. Ujar Pria itu mulai goyah.
“Bukan… i… itu punya saya…”. Ujar Ari mulai angkat bicara.
“Enak aja… ini bener punya saya Pak, bener!! Sumpah!!”. Seru pria itu ngotot.
“Kalo gitu, tau dong kacamata itu min berapa?”. Tanya Nichi terus mendesak.
“Yaeyalah tau… ini min dua pak!!”. Katanya asal.
“Terus kenapa ga dipake? Min dua itu kan gede! Kalo tanpa kacamata ga bakalan bisa liat! Tapi dari tadi kakak ini ga pernah pake kan?”. Desak Nichi mengeluarkan skak matt nya.
“So… soalnya… emh…”. Sahutnya kehabisan kata-kata.
“Udah cukup Doni!! Saya tidak mau mendengar alasan kamu lagi!! Kembalikan kacamatanya!! Kalian bertiga, cepat ke ruang BK sekarang juga!!! Kalian semua bubar!! Kecuali kalian berdua”. Suruh Pak Yusuf marah.
Semua senior yang ada disitu pun pergi meninggalkan TKP, kecuali Nichi dan Ari yang merasa puas dengan kemenangan mereka.
“Kalian juga jangan merasa senang dulu, karena kalian kesiangan, jadi kalian harus dihukum!!”. Ujar Pak Yusuf.
Serentak kedua bocah itu saling bertatap muka tanda terkejut.
“Ta,, tapi Pak…”. Ari kembali gugup.
“Kan barusan udah dihukum lari sepuluh keliling Pak, masa Bapak ga kasihan sama Ari Pak…”. Bela Nichi.
“Kalo gitu, gimana kalo kamu aja yang dihukum? Kamu kan belum dihukum?”. Lanjut Pak Yusup mengelus-elus kumisnya yang tebal.
“HAH?!! Ja… jadi…”.
“Saya mau sekarang kamu hormat di depan tiang bendera ini sampai bel istirahat ya!! Ayo!!”. Suruh Pak Yusup cuek.
”Pak, saya juga mau dihukum, karena tadi saja belum sempat lari sepuluh keliling!”. Seru Ari merasa bersalah.
”Kamu tidak usah, sepertinya capek!”.
”Tapi Pak...”.
”Sudah, cepat kamu kembali ke kelas! Dan kamu cepat atur posisinya!”. Ari pasrah dan segera kembali ke kelas.
Nichi pun pasrah. Dia mulai ke posisi hormatnya.
Berjam-jam sudah dia menantang matahari. Kulit putihnya pun mulai kemerahan. Keringat panas dingin membasahi pelipisnya. Kakinya yang mulai gemetaran membuatnya saaaangat pegal. Namun dia terus berusaha mempertahankan posisinya.
Ari yang kini sudah duduk tenang di dalam kelasnya itu terus memperhatikannya lewat jendela kelasnya yang langsung mengarah ke lapangan upacara. Rupanya dia mulai merasa jatuh cinta pada Nichi. Haha...
TENG…!!! TENG…!!!
Akhirnya, bel istirahat pun berbunyi juga. Nichi yang tangannya sudah kaku itu, hampir tidak bisa menggerakan tangannya.
Pak Yusuf pun kembali ke TKP. Beliau sungguh sangat terkejut melihat Nichi yang masih bertahan bertengger di depan tiang bendera.
“Bapak salut sama kamu, Bapak kira kamu akan pingsan… maaf ya, sudah sekarang kamu boleh masuk kelas! Kelas kamu di X. 6!!”. Ujarnya tersenyum.
“Hhh…”. Nichi pun bisa bernafas lega.
Setelah itu, dia pun mulai mencari kelasnya. Di koridor, ada dua orang siswi baru seperti dia yang hendak menghampirinya.
“Hei kamu!!”. Kata siswi berwajah imut dan berambut dikuncir kuda sambil mengibas-ngibaskan kipas ke wajahnya.
“Ya…”. Sahut Nichi datar.
“Kami salut banget tau sama kamu!!”. Timbal siswi berbibir seksi.
“Hah??”. Nichi mencibir heran.
“Iya, tau ga, Kak Doni itu OSIS yang paling sok dan galak tau, tapi kamu berani banget ngelawan dia… salut… salut…”. Lanjut siswi imut lagi masih mengibas-ibaskan kipasnya.
“Oh… ah enggak ko… hehe…”. Sahut Nichi menggaruk kepalanya yang tak gatal.
“Kenalin, aku Niken Sukarni… panggil aja Unay…!”. Ujar si imut menyodorkan tangannya kepada Nichi.
“Nichi…”. Jawab Nichi menjabat tangan Unay.
“Aku Nirmala Solih… panggil aku Mala!!”. Timbal si bibir seksi yang juga menyodorkan tangannya.
“Eh ngomong-ngomong nama kita sama-sama berawalan ‘N’ ya!!”. Kata Unay antusias.
“Bener juga ya… berarti kita bakal jadi sahabat sejati!!”. Seru Mala.
Nichi hanya tersenyum.
“Eh ngomong-ngomong kelas X. 6 dimana sih? Aku kelas itu…”. Tanya Nichi.
Unay dan Mala pun saling bertatapan.
“Hah?! Itukan kelas kita Chi…!! Yuk kami anterin!!”. Ajak Mala menarik tangan Nichi.
Kemudian mereka bertiga pun menuju ke kelas mereka. Setelah sampai, ternyata di bangku pojok kelas bertengger Ari yang kini sama terkejutnya dengan Nichi. Dia pun langsung berlari menghampiri Nichi.
“Hai… kamu sekelas sama aku ya? Nama kamu siapa? Duduknya sama aku aja yuk sini!!”. Ajaknya menarik tangan kiri Nichi.
Nichi yang tak suka dengan itu langsung menangkap tangan Ari dengan tangan kanannya dan memutarnya hingga dia meringis kesakitan.
“Aw… aw… aduh… sakiit… ampun… ampun… ampun… aduh lepasin dong…”. Ringis Ari berusaha melepaskan tangannya.
Nichi pun mengalah dan melepaskan tangannya.
“Ka… kamu kenapa sih? Kan sakit…”. Ujar Ari mengelus-elus tangannya.
“Aku ga suka ditarik-tarik tauu!! Lagian aku mau duduk deket temen-temen aku kok disini… iya kan Nay, Mal?”. Timbal Nichi meminta persetujuan teman-temannya.
Lagi-lagi Unay dan Mala saling bertatapan heran. Kemudian mereka mengangguk perlahan secara bersamaan.
“Iya… boleh banget…!!”. Kata mereka bersamaan.
“Ta… tapi… kamu kan pahlawan aku…”. Ujar Ari memelas.
“Pahlawan?? Akh… bodo amat mau aku pahlawan kamu kek, pembela kebenaran kek, power ranger kek… emang gue pikiriiiiiiiin…!!! Huh…”. Seru Nichi ketus.
Akhirnya, Nichi pun lebih memilih duduk sendiri dari pada bersama Ari. Dia duduk di belakang bangku Unay dan Mala di barisan paling depan.
*****
TENG…!! TENG…!! TENG…!!
Bel pulang pun berbunyi. Semua murid bersorak dalam hati. Tak terkecuali Nichi dan kedua teman barunya.
“Eh rumah kamu dimana Chi?”. Tanya Mala di perjalanan pulang.
“Emh… di Cisaat… itu loh, di deket LA (Lauk Ageung)… hehe…”. Jawab Nichi.
“Oooowh… sejurusan dong naek angkotnya sama aku!! Aku di Cibatu loh! Kalo si Mala di Bayangkara…! Bareng yuk naek angkotnya!!”. Seru Unay semangat.
Sebelum pulang, ia dan kedua teman barunya mampir dahulu ke toko wig untuk membeli beberapa alat penyamaran untuk Zavril.
”Chi, ngapain sih kamu ke toko ini??”. Tanya Unay penasaran.
”Ah ga, kalian tunggu diluar aja”.
”Hah, kenapa gitu??”. Mala mengangkat salah satu alisnya.
Setelah dipaksa dengan dahsyat oleh Nichi, akirnya kedua temannya itu pun menurut walau masih ada tanda tanya besar di benak mereka.
Setelah keluar dari toko, Nichi terkejut ketika melihat poster Zavril yang seukuran pintu sedang memakai baju formal (jas hitam, kemeja merah, dasi hitam, celana hitam). Jasnya dibiarkan terbuka, dasinya sengaja dilonggarkan, dengan pose tangan kirinya ia masukkan ke saku celana, sedangkan tangan kanannya ia letakkan diatas rambutnya dengan senyuman yang sangat menyilaukan.
Nichi menganga dan tidak sedikitpun menjauhkan pandangannya pada poster yang dijual pedagang eceran itu. Dia pun melihat kedua temannya sedang asyik memandangi poster itu.
”Kyaaaaaaaaaaaa....!! ya ampuuuuuuuuun.... Ariiiiiil....!!! cakep banget sih kamuuuuu....!!!”. Dengan cepat Unay menyambar poster itu menyingkirkan Nichi yang masih terpaku.
”Hah, sini sini siniiiii!!!”. Mala pun tak ketinggalan, dengan semangat 45 dia merebut poster itu dari Unay.
”Ayo neng, beli neng cuma tilu puluh rebu sajah!!”. Seru sang penjual sumringah.
”Mang, ada lagi ga???”. Tanya Mala penuh harap.
”Duh neng, tinggal satu lagi itu. Laku banget sih!!”.
”Yaaaaaaaaaaaaaaaaah...”.  Mala lesu.
”Tah mang tilu puluh rebu, dibayar tunaaaay!!! hehe”. Seru Unay puas, menang dari Mala.
”Hhhh...”. Mala mendengus pelan.
”Udahlah Mal, ntar juga ada lagi. Frustasi banget sih...”. Nichi mengelus pundak Mala.
”Oiya, btw katanya si Aril kabur dari rumah ya? Malah katanya ke Sukabumi loh!!”. Ujar Mala tiba-tiba membuat Nichi tersentak.
”Hah, kata sapa ke Sukabumi???”. Nichi kaget minta maap eh minta ampun.
”Ya infotainment lah!!!”. Jawab Unay dan Mala kompak.
”Kemana aja non?? Heboh gitu juga beritanya!!”. Kata Mala.
”Oh, seandainya dia kabur ke rumah aku... pasti langsung aku nikahin deh... haha...”. Unay berkhayal sambil memperhatikan poster barunya.
”Oh Tuhan, aku pengeeeen banget ketemu dia sekaliiiiiiiiiiiiiii aja... huhu... amiiin...”. Seru Mala mengusapkan kedua tangannya ke mukanya.
’Hehe... mereka ga tau aja, idola mereka sekarang serumah ma gue, malah gue jadiin pembokat!! Hahaha...!! Kalo ada yang tau, reaksinya gimana yah?? Apa gue jual aja ya, pasti mahal tuh!! Dia kan barang langka!! Hehehe...’. (dasar, emang dagangan apa!!!)
Tiba-tiba dari kejauhan, Ari berlari mendekati mereka bertiga. “Heeeeei… tungguuu…!!!”. Serunya melambai-lambaikan tangannya.
Serentak mereka bertiga menoleh ke arah sumber suara. “Penggemar kamu dateng tuh…! Haha…!!”. Goda Unay mengibas-ibaskan kipas hellokitty-nya.
“Enak aja…!!”. Nichi mencibir.
“Hhh… hh… aku belom tau nama kamu siapa? Trus, mau pulang bareng ga?”. Tanya Ari ngos-ngosan setelah berhasil mengejar mereka bertiga.
“Panggil aja Nichi, tapi maaf aku mau pulang bareng sama temen-temen aku kok… dah…!!”. Jawab Nichi ketus.
Cepat-cepat Nichi dan Unay menaiki angkot yang langsung melesat begitu saja setelah ditumpangi oleh mereka berdua, karena kebetulan sudah penuh. Sedangkan Mala menaiki angkot yang berlainan dengan mereka. Sementara itu Ari hanya bisa pasrah dan terpaksa menunggu angkot yang selanjutnya.
Setelah tiba di rumahnya, rasa pusing menyelimutinya. Sepertinya itu akibat hukumannya tadi pagi, ditambah kecapean sehabis belanja?? Pandangannya mulai kabur dan dia tak sanggup untuk menahan berat tubuhnya lagi.
BRUKK!!
Seketika itu pula dia langsung tergeletak pingsan di ruang tamu rumahnya.
Zavril yang waktu itu sedang bermain playstation di ruang keluarga dekat ruang tamu, merasa mendengar sesuatu yang mencurigakan. Tentu saja dia pun mulai berpikir macam-macam.
“Tadi, kayanya gua denger sesuatu deh… ah tapi cuma perasaan gua aja kali… haha… atau paling si cewek monster itu pulang…! Tapi kok ga ada suaranya ya… kan biasanya berisik… atau jangan-jangan… maling lagi!!”. Gumam Zavril mulai beranjak dari tempat tidurnya.
Kemudian dengan hati-hati ia membuka pintu kamarnya. Karena ia mengira ada maling, ia pun pergi ke dapur untuk mengambil beberapa senjata seperti sapu dan penggorengan.
“Nyonya Nichi…!! Udah pulang ya? Tumben ga berisik…!!”. Seru Zavril sambil mengendap-endap menuju ruang tamu.
‘Waduh!! Ga dijawab…!! Berarti bener nih ada maling…!! Okedeh maling, siap-siap aja menerima jurus penggorengan gua!!’. Pikirnya.
“HEYAAAAAAAAH…!!!”.
Dengan seluruh tenaganya, Zavril mengibaskan penggorengan itu. Namun, setelah melihat Nichi yang tergetak disitu, dia terkejut dan menjatuhkan senjatanya.
“Nyo… nyonya? Ngapain tidur disitu?”. Tanyanya cuek.
Pertanyaannya itu tidak dijawab sama sekali oleh Nichi yang benar-benar pingsan.
“Akh gua juga tau, lu pasti pura-pura kan? Mao ngerjain gua kan? Huh emangnya gua bakalan ketipu apa?!”. Ujar Zavril tidak mempedulikan Nichi dan malah pergi nonton TV.
Beberapa menit kemudian, Zavril mulai merasa aneh karena Nichi tak bangun juga. Dengan cepat dia kembali ke ruang tamu. Ternyata Nichi masih tergeletak disitu.
“Hei, ja… jadi lu beneran pingsan ya Nyony? Nyo… Nyonya? Chi!!! Nichi!!! Buseeet… badannya panas banget!! NICHI!”. Serunya mencoba menbangunkan Nichi.
Kemudian dia pun menggendong Nichi ke kamarnya yang berada di lantai dua.
”Aduh berat banget sih ni cewe!! Makan apaan sih??”. Gerutu Zavril berusaha naik tangga.
Setelah sampai di kamarnya, dia membaringkannya di tempat tidur. Perlahan-lahan dia membuka kacamata Nichi.
“Hmm… kalo ga pake kacamata, dia manis juga…!”. Sejenak dia memandangi wajah itu dan terhanyut olehnya, tapi dengan cepat dia kembali pada dunia nyata dan sadar kembali.
Kemudian dia kompres kening Nichi dengan handuk kecil yang dibasahi air dingin. Dia berulangkali mengganti airnya dan meletakkannya di kening Nichi.
Setelah berjam-jam merawat Nichi hingga larut malam, dia pun merasa lelah. Kemudian dia melihat novel Sherlock Holmes yang berjejer di lemari bukunya. Dia mengambil salah satunya dan mulai membacanya di sofa kamar Nichi.
Seiring berjalannya waktu, dia pun mengantuk dan tanpa sadar ia tertidur disitu.


6
kok?
K
icauan burung-burung yang sangat merdu menyelimuti suasana pagi yang cerah di daerah tempat tinggal Nichi.
Perlahan-lahan Nichi yang saat itu masih terlelap, membuka matanya. Rasa pusing itu sudah agak mendingan berkat perawatan yang diberikan Zavril padanya.
Merasa ada yang mengganjal, ia meraba-raba keningnya. Ia sangat heran mengapa ada handuk kecil di atas keningnya. Ia semakin tidak mengerti karena ia masih mengenakan pakaian seragam sekolahnya.
Sejenak ia mengingat-ingat apa yang terjadi pada saat pulang sekolah.
‘Kalo ga salah pas pulang, kepala gue pusing… trus… gue ga inget lagi… tapi… kenapa gue jadi tidur disini?’. Pikirnya masih bingung.
Dia pun mulai bangun dari tempat tidurnya. Namun, ia sangat terkejut ketika mendapati Zavril yang sedang tertidur nyenyak di sofa kamarnya dengan wajah yang ditutupi novel.
“Ngapain dia tidur disini? Jangan-jangan dia… akh tapi masa sih? Dia kan gengsian… tapi kalo bukan dia siapa lagi? Emh… ternyata dia baik juga ya…! Gue jadi nyesel ngatain dia maling…! Hehe…”. Gumam Nichi.
Tiba-tiba, novel yang ada diwajah Zavril bergerak. Hal itu membuat Nichi kaget dan salah tingkah.
“Hah…! Dia bangun, dia bangun…! Gimana nih? Ah pura-pura tidur lagi deh…”. Ujar Nichi panik dan segera kembali ke tempat tidurnya.
“Huaaaaaaah…!!!”. Zavril pun terbangun dan meregangkan otot-ototnya.
Setelah puas menggisik-gisik matanya, dia pun menghampiri Nichi yang pura-pura tidur.
‘Aduh, kenapa gue musti pura-pura tidur sih akh!!’. Pikir Nichi berusaha memejamkan matanya.
“Busseet dah…!! Dia ini kebo apa alien sih? Kebluk amat…! Belom bangun juga dari kemaren!!”. Ujar Zavril tak sadar Nichi hanya pura-pura.
‘Kurang ajar, dia ngatain gue kebo lagi!! Eugghh… awaz yah!!’. Kesal Nichi dalam hatinya.
Niat Nichi yang hendak bangun dan memarahi Zavril tak jadi karena keduluan oleh tangan Zavril yang menyentuh kening Nichi.
“Hmm… panasnya mulai menurun daripada kemaren…!”. Ujarnya menyelimuti Nichi.
Nichi pun tersipu malu dan wajahnya mulai memerah. Jantungnya berdegup kencang.
“Hah?! Kok wajahnya merah sih? Padahal panasnya turun kok…”. Gumam Zavril kembali meletakan tangannya di kening Nichi.
“Oiya, biasanya kalo aku panas, mami suka… cobain ah… hehe…”. Lanjut Zavril mencoba mendekatkan keningnya ke kening Nichi.
Jantung Nichi berdegup semakin kencang. Lalu ia berusaha memicingkan matanya untuk melihat apa yang akan Zavril perbuat.
‘Busseet…!! Mao ngapain nih cowo!!’. Pekiknya dalam hati.
Wajah Nichi semakin memerah seperti udang rebus. Sekitar dua cm lagi kening Zavril mendarat di keningnya. Saat itulah Nichi pun langsung membuka matanya.
“WUAAAAAAAA…!!!”. Seru keduanya berbarengan.
“Ngapain lo disiniiiiiii…!!! Lo mau macem-macem ya sama gue!!!”. Pekik Nichi marah.
Zavril pun terhenyak. Dia tak bisa berkata apa-apa lagi.
“Emh… e… enak aja loh!! Gua ga macem-macem kok…!! Gua Cuma mau ngecek suhu kening lo sama kening gua! Asal lo tau aja ya…!! Gua udah… akh udalah, lo juga pasti ga bakalan percaya!!”. Seru Zavril merasa tak perlu memberitahukan pertolongannya.
Setelah itu, Zavril pergi untuk menyapu halaman belakang. Saat itu, ada sedikit perasaan bersalah di hati Nichi. Kemudian, Nichi pun segera siap-siap pergi ke sekolah.
“Huh, gua jadi nyesel udah nolongin dia kemaren!! Tau gini, gua biarin aja…!! Terus gua iket, udah gitu gua karungin, gua taliin rapet-rapet, terus gua lempar ke kali!!!”. Gerutu Zavril saaaangat kesal sambil menyapu dengan kasar.
Nichi yang telah siap untuk berangkat sekolah, menghampiri Zavril terlebih dahulu.
“Emh… Ril… ma… makasih ya…”. Ujar Nichi gugup.
“Hah?! Emh… i… iya… sama-sama…”. Jawab Zavril canggung.
“Eh makasih buat apa?”. Tanya Zavril heran.
“Ah pokonya makasih dah…! Dadah…!!”. Jawab Nichi meninggalkan Zavril yang masih heran. (dodol juga dia)
*****
TENG... TENG...
Bel istirahat pun berbunyi. Setelah 3 hari, ini adalah hari terakhir MOS di SMA DAHSYAT. Nichi dan kedua temannya sedang makan siang di kelas kala itu. Karena masih MOS, jadi mereka dituntut untuk membawa makanan sendiri.
”Akh, aku lupa ga bawa makanan!!”. Seru Nichi menjitak kepalanya.
”Kok Bisa?? Kan kemaren udah dikasih tau...”. Unay membuka tutup tuperware-nya.
”Pasti bangun kesiangan lagi ya?? Dasar...”. Mala memasukan sepotong daging ke mulutnya.
”Nih, aaaa...”. Unay menyodorkan sesendok nasi dan lauknya ke mulut Nichi.
”Aam... nyuam... nyuam...”. Sambar Nichi semangat.
Nichi tak mau menceritakan kalau tadi pagi Zavril lupa menyetrika seragamnya, jadi terpaksa dia setrika dulu. Namun, karena hasilnya sangat tidak rapi, jadi terpaksa Nichi mengulang kembali hasil setrikanya. Jadi deh dia kesiangan dan tidak sempat buat makanan.
”Aduuuh... lapeeeeeeeer...!!!”. Nichi memegangi perutnya yang keruyukan.
Ari yang kala itu membawa dua kotak makanan bergerak mendekati Nichi.
”O-ow... fans berat Nichi dataaaang!! Hahahaaa...”. Tawa Mala puas.
”Ni... Nichi, ini aku bawain MARTABAK khusus aku bawa buat kamu...”.
”Ga mau...”. Jawab Nichi datar.
Unay dan Mala saling bertatapan dan mengernyitkan sebelah alis mereka.
”Udahlah Chi, terima aja... bukannya tadi kamu lapar banget?? Haha...”. Unay menyenggol tangan Nichi.
”Iya deh... makasih...”. Jawab Nichi ketus tapi diembatnya juga. (huh dasar...)
Ari hanya tersenyum.

~to be continued~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar