Jumat, 04 Februari 2011

SELEB?? (Episode 1 - 3)

DANGER!! Diharapkan jangan terlalu lama membaca halaman ini, karena akan membuat anda stress dan gila...!! haha
ini sih cuma sekedar iseng-iseng aja, plus menghayal dikit gitu... heuheuheu

selamat membaca... ^^v


1
SELEB?
J
akarta, kota Metropolitan yang dipenuhi gedung-gedung besar bertingkat serta mall-mall besar. Di pinggir kota, berdiri sebuah rumah mewah atau mungkin bisa disebut istana karena saking mewahnya. Pemiliknya adalah sebuah keluarga artis ternama Brad Pitt (Brady Sipytt), seorang aktor film-film action dan istrinya Dian Sastrowardoyok, seorang artis layar lebar.
Mereka dikaruniai seorang perempuan yang bernama Fany Lucyana Sipyt Djatinegara. Namun Fany kecil yang baru berusia 10 tahun itu tak bisa lagi mendapat kasih sayang dari ibu kandungnya. Orangtuanya akhirnya bercerai karena sifat playboy ayahnya. Karena sifat playboy dan parasnya yang tampan itulah, dengan mudah beliau berhasil menggaet dua aktris cantik Angelina Juli dan Kamerun Diaz yang kini menjadi istrinya. Sedangkan ibu kandungnya, Dian Sastro pindah ke luar negeri tanpa membawanya. Kemudian, beliau memulai kehidupan barunya bersama seorang pria bule.
Sejak dari situlah, semua hak asuhnya dialihkan kepada ayah dan kedua ibu tirinya. Namun, setelah tiga tahun pernikahan, kedua ibu tirinya itu belum juga dikaruniai seorang anak pun. Rupanya mereka berdua tak bisa memberikan keturunan. Karena keadaan itulah, mereka berdua sangat menyayangi dan memanjakan Fany seperti anak kandung mereka sendiri. Setidaknya, itulah yang ada di pikiran Fany. Sayangnya, kedua ibu tirinya itu tak pernah akur dan sering memperdebatkan sesuatu seperti anak kecil.
Walaupun orang tuanya artis terkenal, Fany tak pernah berminat melanjutkan jejak orang tuanya. Malah dia tak mau tahu menahu tentang dunia selebritis. Dia tak mau dipermainkan dan mempermainkan perasaan oranglain seperti kedua orangtua kandungnya yang dengan mudah bercerai dan menikahi orang lain.
Kini, Fany yang sudah 15 tahun itu semakin mirip dengan ibu kandungnya. Wajahnya oval, dihiasi dengan mata yang sedikit sipit, alis yang cukup tebal, hidung yang lancip serta bibir yang mungil. Rambutnya yang panjang menambah keindahan wajahnya.
Di sekolahnya, SMP Sensasional Jakarta dia sangat tersohor dikalangan teman-temannya, tentu saja karena nama orangtuanya dan kecantikannya. Apalagi semenjak peristiwa perceraian kedua orang tuanya serta pernikahan ayahnya dengan dua aktris cantik itu, dia semakin sering dikejar dan diburu wartawan.
Hal itu membuatnya stress dan sulit konsentrasi belajar. Namun, karena hal itu pulalah ayahnya berniat untuk mengasingkannya dari kehidupan mereka. Beliau tak ingin sekolah anaknya terganggu. Setelah dia lulus dari sekolahnya, mereka  berniat untuk melanjutkan sekolah SMA Fany di Kota Sukabumi, tempat kelahiran ayahnya agar jauh dari kehidupan keartisan. Tentu saja semula Fany protes sampai mogok makan, tapi setelah ayahnya mengatakan bahwa itu untuk masa depannya, akhirnya dia pun mengalah.
*****
”Serius lo Fan???”. Tanya Aya, seorang artis cantik  berambut keriting gantung dan berusia 18 tahun yang juga sahabat Fany sejak kecil.
”Ya iyalaaaaaah...!! ngapain juga gue ngoceh panjang lebar dari tadi kalo cuma ngeboongin lo doang!”.
Diserbunya beef burger pesanannya yang baru disajikan pelayan. Dengan lahap dia memakannya sambil terus menggerutu dengan mulut penuh makanan.
Cafe Poirot yang ramai semakin cerah diiringi tawa dan cekikikan Aya yang tak tahan melihat tingkah sahabatnya yang polos itu. Sesekali dia menyeruput es jeruk yang dia pesan karena berulang kali terbatuk-batuk gara-gara terlalu heboh tertawa.
”Heh, kok lo malah ketawa ketiwi ga jelas gitu sih? Bukannya bantuin gue... akh sebel, pulang aja akh!!”. Fany ngambek.
”Sory, sory... aduh, abis lo lucu sih,, lo kaya ’nichi’ deh. baru kali ini gue liat lo marah-marah kaya gitu. Haha...”. Ujar Aya sambil mengusap-usap kedua matanya yang berair.
”Nichi?? Apaan tuh?”.
Fany masih cemberut. Kali ini dihabiskannya jus strawberrynya yang tinggal setengah lagi.
”Nichi itu matahari, hari ini lo kaya matahari, panas banget!! Hahahaaa...!!”.
Maya yang bernama asli Aya Takizawa ini memang keturunan Jepang, jadi dia agak mengerti bahasa Jepang.
Fany makin cemberut.
”Sabar ya Fan, papi lo pasti pengen yang terbaik buat lo... Ga mungkin lah dia ngusir, secara lo kan anak kesayangan yang cuma satu-satunya. Jadi pasti dia pengen lo konsentrasi belajar buat masa depan lo juga kan? Dia tuh sayang banget tau sama lo!! Harusnya lo seneng dong”. Lanjut Maya panjang lebar.
Fany mulai berpikir. Dia pikir, ada benernya juga perkataan Maya.
”Hmm... iya juga sih... Makasih ya Ay, cuman perkataan lo aja yang bisa gue ngerti. Hehe...”.
*****
Malam hari sebelum dia pergi, Fany dibantu oleh para pembantunya mempersiapkan segala keperluan  untuk dibawa.
Kedua ibu tirinya yang tak rela ditinggalkan putri tirinya itu, hanya bisa menanggis tersedu-sedu.
“Maafin mami sayang? Mami ga bermaksud ngusir kamu, Hiks…”. Ujar Mami Juli terisak. Sesekali dia tumpahkan ingusnya ke saputangan yang dibawanya.
Pertanyaan itu tak langsung digubris oleh Fany yang masih sibuk dengan tas besar nya.
“Fany… Mami mohon jangan pergiiiii…!! Hiks… hiks… Mami ga sanggup kehilangan kamuuu… huaaa…”. Pekik Mami Diaz sambil memeluk Fany yang lebih pendek 8 cm darinya.
Fany pun menghentikan kesibukannya dan perlahan melepaskan pelukan maminya. Ditatapnya mata maminya itu dalam-dalam.
“Ga apa-apa, Fany ngerti kok, lagian mami nangisnya kaya Fany mau mati aja, mami ga akan kehilangan Fany kok!!”. Jelas Fany kembali menghampiri tas-tasnya yang berserakan di lantai.
“Tapi… tapi… bukan gitu maksud mami... mami... mami... Hiks…”. Timbal Mami Juli terisak.
“Tenang aja, Fany pasti betah kok... Papi kan punya rumah besar disana!! Itu loh yang dulu kita tempati waktu berlibur!!”. Jawab ayahnya yang baru datang langsung nimbrung.
“Papiii!!! Kok Papi nyuruh Fany pergi sih? Papi jahat ih!! Hiks… hiks…”. Isak Mami Diaz sambil memukul-mukul suaminya dengan manja.
Melihat kejadian itu, Mami Juli pun panas dan berusaha memisahkan mereka berdua.
“Ih, apa-apaan sih kamu Diaz!! Dasar genit!!!”. Seru Mami Juli merebut Papi Brad Pitt dari Mami Diaz.
“Eh… eh… eh… kamu tuh yang apa-apaan!!! Aku kan Cuma bercanda sama Papi!! Eugh!!”. Timbal Mami Diaz berusaha menarik-narik lengan kiri suaminya.
Mami Juli yang tak terima dengan tarikan Mami Diaz, berusaha menarik lengan kanan suaminya. Peristiwa tarik-menarik pun tak terhindarkan.
“Adooowh… aduuuh… udah dong ah istri-istriku yang cantik jelitaaa!!! Papi kan jadi sakit nih ah!!”. Pekik Papi Brad Pitt pura-pura kesakitan padahal menikmatinya.
Mereka berdua pun melepaskan tarikan mereka dan kembali ke persoalan utama.
‘Dasar…’
“Tapi Pih, rumah itu kan sempit banget!! Cuma ada 8 kamar tidur, 5 ruang tamu, 3 kamar mandi dan 2 kolam renang aja!! Emangnya cukup gitu buat Fany?”. Gumam Mami Diaz polos.
Tiga orang itu pun terdiam mendengar kata-kata Mami Diaz.
‘Mami Diaz pake skala apaan sih’
“Aduh Mami Diaz, plis deh!! Emangnya Fany ada sepuluh orang apa!! Ya cukup lah!! Nyantey aja Mih, disana Fany bakalan belajar mandiri kok!!”. Sahut Fany semangat dan selesai membereskan tas-tasnya.
“Iya, biarin aja lah!! Dia pasti baik-baik aja kok disana!! Udah ya, papi tidur duluan!! Daah…”. Ujar Papi Brad Pitt seraya meninggalkan mereka bertiga.
’Ga ada khawatir-khawatirnya sama sekali sih’.
Dua ibu tiri Fany yang belum puas masih bertengger di kamarnya. Sepertinya mereka masih betah duduk di tempat tidur Fany.
“Tapi sayang, gimana kalo para wartawan itu ada di Sukabumi?”. Tanya Mami Juli masih penasaran. Kini tangisannya mulai reda.
Fany mengambil sesuatu diatas meja riasnya.
“Kalo masalah itu mah gampang!! Nanti Fany bakalan nyamar aja, Keren kan?”. Jawabnya memakai kacamata sambil bercermin.
“Apa?! Jangan dong!! Itu kan bisa ngerusak mata kamu sayang, mendingan dikepang aja, kan lebih manis!!”. Sanggah Mami Diaz mencoba mengkepang rambutnya.
“Aaaah… huh, ga mau dikepang!! Kaya gini aja kali ya? bagus ga mi?”. Tanyanya menghentikan kepangan Mami Diaz dan mengikat sebagian rambutnya ke belakang sambil memakai kacamata.
“Aduuuh… kok kaya Betty Lafea banget sih? Mami ga setuju ah!! Digerai aja deh…!!”. Sanggah Mami Diaz lagi melepaskan ikatan rambutnya.
Melihat tingkah laku Mami Diaz, Mami Juli pun tak bisa tinggal diam. Ditariknya tangan Mami Diaz dan menjauhkannya dari Fany.
“Heh Diaz!! Kamu tuh bawel banget sih!! Ya biarin aja dong kalo Fany dandan gitu juga!! Ga jelek-jelek amat kok!! Lagian yang mau pergi kan Fany, bukan kamu!!!”. Serunya menunjuk-nunjuk Mami Diaz.
Mendengar perkataan itu, Mami Diaz yang semula duduk di tempat tidur langsung turun dari peraduannya dan menghadap Mami Juli yang lebih pendek 2 cm darinya.
“Apa kamu bilang? Aku bawel!! Enak aja!! Kamu tuh yang…”.
“STOOOOOP…!!! Ya udah… ya udah… mami Diaz, ga apa-apa jelek juga!! Justru bagus biar para wartawan itu ga ngira Fany!! Iya ga?”. Ujar Fany mencairkan suasana.
Kedua ibu tirinya itupun kembali duduk di tempat tidur memalingkan wajah mereka satu sama lainnya dan tidak jadi berperang mulut.
“Hmm… kamu bener juga ya!! anak mami Diaz emang pinter!!”. Sahut Mami Diaz mengelus kepala Fany.
”Oyah sayang, mami sempet kepikiran gimana kalo kamu ganti nama disana? Kalo cuma nyamar aja, kayanya para wartawan itu pasti dengan mudah kenal sama kamu deh...”. Usul Mami Juli.
Fany mengernyitkan salah satu alisnya.
“Iya juga, bukannya mami ngebela mami Juli ya, tapi dia bener juga. Gimana kalo ’Fenny’ aja? Nama yang bagus tuh!!”. Ujar mami Diaz menaruh telunjuknya didagunya.
Fany mulai naik ke tempat tidurnya.
”Tapi Fany ga mau ganti nama, ini kan nama pemberian papi Brad Pitt dan mami Dian...”. Fany cemberut dan ditariknya selimut yang kini menutupi tubuhnya.
”Tapi kan...”
“Pokonya Fany ga mau ganti nama!! Udah ya… mami Juli, mami Diaz, selamat tidur…”. Potong Fany menghentikan kata-kata mami Juli dan langsung memejamkan matanya.
Mami Juli dan Mami Diaz pun beranjak dari tempat tidur Fany dan pergi meniggalkannya.
”Ya udahlah, selamat tidur...”. Mami Juli mengecup keningnya.
“Selamat tidur juga sayang…”. Ujar mami Diaz yang juga mengecup kening Fany seraya meninggalkan kamarnya.







      2

S
Nyamar?
emua tas dan barang bawaan Fany lainnya sudah menumpuk dalam bagasi mobil BMW miliknya. Luis, sang supir pun sudah siap bertengger dalam kemudi mobil.
Siang ini, Fany tampak bergaya dengan kemeja lengan panjang merah kotak-kotaknya yang dilipat setengah, dipadu dengan celana jeans hitam dan sepatu wallior putihnya. Tak lupa dia memakai topi pemberian ayahnya dan kacamata hitampun bertengger di hidungnya.
Hari ini orang tuanya ada dirumah sehingga ia dapat berpamitan terlebih dahulu.
Air mata perpisahan pun kembali mengalir deras di pipi mami Juli dan mami Diaz.
“Fany… jaga diri baik… baik… yah… hiks… hiks… ini ongkos buat kamu!! Huaaaaaaa…!!”. Seru mami Juli menyerahkan setumpuk uang seratus ribuan disertai dengan pelukan mautnya yang tiba-tiba ia arahkan ke anak tirinya itu.
“Uh… aduh… uh… i… iya… mami… ma… ka… sih… ta… pi… uh…”. Ujar Fany merasa sesak dengan pelukan maminya hingga ia terbata-bata.
“Iya… sama-sama… tuh kamu juga sedih kan? ampe terbata-bata gitu… makanya… ga usah jadi aja yaaah… hiks… hiks…”. Isak mami Juli salah prediksi sambil terus merekatkan pelukannya.
 “Aduuuh… uh… uh… bukan gitu… mami… lepasin pelukannya… Fany sessss… saaaak… uh…”.
Mami Juli pun terkejut dan melepaskan pelukan mautnya.
“Owh… ya ampyuuun… maafin mami ya Fany… mami terlalu sedih… hiks…”. Serunya merapikan baju Fany.
Melihat kejadian itu, mami Diaz yang sedari tadi sibuk dengan saputangannya pun tak mampu mengendalikan amarahnya.
“Heh Juli…!!! Kamu ngapain sih meluk-meluk Fany segala!! Kan kasian tuh ampe sesak gitu!! Dasar centil!!”. Serunya memulai perdebatan.
“Apa?! Centil?!! Enak aja loh!!”. Bantah mami Juli bertolak pinggang.
“bla… bla… bla…”.
‘mulai lagi deh…’
Saatnya untuk papi Brad Pitt sang pembela kebenaran menghentikan perdebatan itu.
“Hei… hei… udah dong ah!! Kan kasian tuh Fany udah mau berangkat!! Mendingan nanti aja berantemnya terusin lagi ya!!”. Bujuknya berhasil melerai perang mulut itu.
“Ya udah ya sayang… kalo diculik lapor polisi aja!! Jangan suka ngelawan sendirian ya!!! kalo laper, makan di restaurant yang steril ya… kalo……”.
“Ya… ya… ya… pokonya ati-ati di jalan ya… mmmuach… mmuach… mmmuah…”. Gumam mami Diaz menyerbu Fany dengan kecupan-kecupan mautnya yang berhasil menyisakan beribu-ribu bekas lipstick di seluruh wajah Fany.
Perkataan mami Juli yang tadinya masih berlanjut sekitar dua paragraf lagi itu dihentikan oleh mami Diaz yang langsung menghampiri Fany untuk mengucapkan salam perpisahan juga.
“Adoooowh… mamiii… hentikaaan…!! Aaaaaagrh… wajahkuuuu…!!”. Pekik Fany terkejut melihat wajahnya yang terpantul di kaca mobil sangat penuh dengan bekas bibir berlipstik merah.
“Ah… aduh… Fany… maaf… maaf…!! Mami bersiin yah!!”. Seru mami Diaz panik dan hendak membersihkan muka Fany dengan saputangannya yang penuh dengan ingus.
“Stooop… ga usah…!!! Fany bersiin sendiri aja pake saputangan Fany!!”. Seru Fany menyergap tangan mami Diaz yang tinggal 3 cm lagi menyentuh wajah Fany dengan saputangannya.
“O… ooh… ya…”. Ujar mami Diaz menyingkirkan tangannya.
Perlahan-lahan, Fany pun meninggalkan mereka bertiga diiringi dengan tangisan kedua ibu tirinya yang semakin kencang. Mobil pun melaju dengan cepat. Dalam mobil itu, Fany sebenarnya masih berat untuk meninggalkan kediamannya. Dia menangis dibalik kacamata hitamnya.
’Kenapa papi tega banget sih’
Setelah berjam-jam perjalanan, akhirnya jam 6 sore sampai juga di tempat tujuan. Fany pun turun dari mobil BMW nya. Bibirnya yang manyun masih menghiasi wajahnya. Namun dia sedikit terpesona juga dengan pemandangan yang ia lihat.
Rumah yang kini berada dihadapannya tak jauh beda dengan rumahnya, hanya saja lebih kecil. heu… pagar hijau menjuntang, Taman bunga, kolam kecil, serta pohon-pohon menghiasi halaman depan rumah itu. Di tempat itu, hanya rumahnya saja yang bertengger. Di sebelahnya ada sepetak tanah kosong yang luas.
Beberapa orang keluar dari rumahnya. Siapa mereka? Oooh… rupanya mereka para penjaga, pembantu sekaligus tukang kebun di rumah itu. Mereka bersama Luis mengangkut barang bawaan Fany dari mobil ke rumahnya.
“Gimana Non Fany, rumahnya cukup luas kan buat Non?”. Tanya Nunik, baby sitternya setelah semua barang selesai dibereskan.
“Emh… yaah… lumayan lah…!!”. Sahut Fany datar sambil menuang secangkir teh hangat ketika ia telah duduk di sofa ruang tamu.
Nunik pun mengernyitkan dahinya tanda tak mengerti dengan tingkah majikannya.
”Non sakit ya?”.
”Siapa yang sakit?! Gue ga sakit tau!!”. Bentaknya.
Mendengar itu, Nunik pun langsung ambil langkah seribu dan menuju dapur untuk membuat makanan.
”Non air panasnya sudah siap, ayo saya antar ke kamar mandi...”. Ujar seorang pembantu dengan lembut.
”Ga perlu!! Emangnya gue nenek-nenek apa dianter segala!!”. Bentak Fany lagi.
”I-iya non, maaf...”.
Fany mengambil handuknya dan pergi menuju kamar mandi. Setelah menanggalkan seluruh pakaiannya, dia pun membenamkan tubuhnya di bathtub.
”Sebeeeeeeeel.... papi jahaaaaaaat...!! gue ga mau sendirian disini... masa nyuruh anak dibawah umur tinggal sendiri disini?!! Papi jahat, papi jahat, papi jahaaaaaaaat...!! gue benci artiiiiiiiiiiiiiissss...!!!”. Pekik Fany sambil memukul-mukul air di bathtub.
Para pembantu yang menjaga di luar pintu kamar mandi saling bertatap muka dan mengangkat bahu mendengar teriakan majikannya. Tak terkecuali di dapur pun gosip mulai beredar diantara para pembantu.
*****
Esoknya...
Suasana berubah mencekam saat Fany keluar dari kamar mandi pagi itu. Dia terperanjat saat melihat dua sosok asing yang menunggu dibalik pintu.
”Ngapain kalian disini lagi??? Kalian ngintipin gue mandi ya?? Pergi kalian jangan disini!!”.
”Ma-maaf non...”. kedua pembantu itu keluar kamar.
Suasana kembali mencekam ketika Fany selesai berpakaian dan membuka pintu kamarnya.
”Non,  ma-makanan sudah si-siap... silahkan...”. Ujar Nunik tergagap-gagap.
Fany memicingkan mata dan mengernyitkan sebelah alisnya. Dia heran sekaligus kaget melihat beberapa pembantu stanby di samping meja makan. Ketia dia sudah duduk dan mulai makan pun mereka masih bertengger disitu, kaya patung selamat datang.
”Heh, kalian ngapain sih diem disitu?!! Mau ngeliatin gue makan??? Mau ikutan makan?? Kalo ga, mendingan kalian semua keluar deh, gue mau sendiri disini!!! Pergi,, pergi!!!”.
Para pembantu saling bertatapan dan meninggalkan TKP. Mereka tak ingat kemarin bermimpi apa sehingga mendapat majikan seperti ini.
”Akh,,, siaaaal....!! gue ga mau hidup kaya gini...!!!”.
Fany beranjak dari ruang makan dan naik tangga menuju kamarnya.
”Oke kalo mami dan papi pengen gue ilang dari mereka, gue bakal lakuin!! Gue bakal ilang dari kehidupan mereka!! Liat aja...!!”. Fany mengambil dengan kasar sebuah gunting di dalam laci yang terlihat sangat runcing.
”Liat aja.... gue bakal....”. Dilihatnya lagi gunting itu. Gunting yang sepertinya bisa langsung merobek baju mahalnya dan menembus ke jantungnya.
”Gue bakal...”. Dia menelan ludahnya dan masih dengan posisi orang yang hendak bunuh diri dengan gunting ditangannya.
Dia berpikir lagi, diraihnya sebuah microphone, dan dibesarkannya volume dari soundsystem di kamarnya hingga full. Kemudian,
”WOOOOOY,,, SEMUAA PEMBANTU DENGERIIIIIN!!! SIAPA YANG BISA MOTONG RAMBUT, CEPETAN KE KAMAR GUE SEKARANG JUGAAAAAAA...!!!!!!”. Teriaknya hingga para tukang kebun sampai satpam di depan mendengarnya.
Para pembantu yang didalam menutup telinga mereka rapat-rapat. Ada yang loncat ke kolam renang, teriris pisau, tersiram air, tangannya kesetrika, tertimpa panci, terjeduk mulut toilet, tersedak kopi, dan lain-lainnya saking kagetnya. Haha...
Namun mereka dengan segera berbondong-bondong menuju kamar Fany untuk mengetahui apa gerangan yang diinginkan majikannya itu.
Fany terperanjat melihat pemandangan itu. Para pembantu, satpam hingga tukang kebun yang kotor kini berada di dalam kamarnya.
”Oh jadi kalian semua bisa potong ranbut??”.
Para pembantu saling bertatapan.
”Gue kan tadi bilang yang bisa motong rambut kesini!! Bapak mau potong rambut gue pake gunting rumput??!!!”. katanya kepada tukang kebun.
”Hhh.. ya udahlah siapa yang bisa potong rambut cepetan kedepaaan!!!”.
Nunik pun didorong-dorong oleh pembantu lain untuk maju. Kakinya setengah gemetaran mendekati Fany.
”Yang laen keluar!!!”.
”Ba-baik non...”. Dengan berbondong-bondong mereka keluar dari kamar yang bagi bereka sarang monster itu.
Dengan tangan yang gemetaran, Nunik memotong sedikit demi sedikit rambut Fany.
”Yang bener motongnya!!!”.
”I-iya non...”.
Dua jam menegangkan itu akhirnya berakhir juga. Fany memicingkan matanya menghadap ke cermin, melihat hasil karya pembantunya. Nunik yang sedari tadi berdiri harap-harap cemas menunggu jawaban majikannya. Lututnya gemetaran, dia menggigit-gigit kain yang penuh dengan rambut Fany.
”Bagus juga...”. Sahut Fany tersenyum kecut.
Hhh... Nunik terduduk lemas mendengar jawaban Fany.
”Kenapa mbo??”.
”Enggak non...”.
”Oya, makasih...”.
Sekilas terlihat oleh Nunik senyuman yang berbeda. Dia tersenyum tulus. Ketika melihat wajah itu, Nunik seakan mengerti dengan semua tingkah laku majikannya itu.
’Ditinggal sendiri di rumah seluas ini, pasti membuatnya sangat stress’. Dia merasa iba juga.
”Ngapain lo liat-liat?? Cepetan pergi!!!”.
”Ba-baik, oya non, kalo non butuh apa-apa tinggal pencet telepon itu aja, nomor satu memanggil saya, nomor dua koki, tiga bla... bla... bla...”. Jelas Nunik.
”Ya... ya... ya... udah pergi cepetan!!!”.
Nunik pun keluar setelah membereskan sisa-sisa rambut dikamar Fany. Dia heran juga, kenapa majikannya yang kaya ini malah potong rambut dirumah, sama pembantu pula.
Ckrek...
Nunik membuka pintu kamar, dan hedak keluar, tapi...
”Eh tunggu dulu..!!”.
”A-ada apa lagi non?”. Nunik kaget setengah mati.
”Gue pengen.....”.
*****
”APAAAAA???!!!! Serius kamu Nik???”. Tanya seorang pembantu kepada Nunik, kaget.
”Iya, katanya dia pengen sendirian di rumah ini. Jadi dia nyuruh kita semua termasuk Pak Sumanto, Pak Sumantri, dan bapak-bapak satpam supaya pergi dari sini”.
Terjadi forum diskusi antar para pembantu dirumah itu. Mereka duduk bersila membentuk lingkaran di halaman depan.
”Tuh pan bener kata sayah ge, si non teh sudah gila, kreji, kreji...”. Ujar seorang pelayan wanita.
”Huss... gitu-gitu juga dia majikan kita, kalo kita ga nurut bisa-bisa kita dipecat”. Kata satpam.
”Tapi, kalo kita nurutin dia untuk pergi dari sini, kita juga bisa dipecat kan?”. Timbal koki.
”Hmm...”. Mereka semua menopang dagu, tanda berpikir.
Melihat adanya konferensi di halaman depan, Fany yang tak sengaja melihat di teras kamarnya langsung turun.
”Heh, kalian ngapain konferensi disini!!! BUBAR, BUBAR!!!!”. Teriak Fany membuyarkan pikiran para pembantu.
”Non, kami lagi berpikir, kalo non mau kami pergi, gimana kalo nanti ada maling, trus non...”.
”Dah, ga bakalan...”.
”Gimana kalo nanti tuan besar marah, trus memecat kami, kami kan hanya menjalankan tugas”. Kata satpam.
”Tenang aja, aku ga bakal bilang ke papi kok, jadi kalian tetep digaji... kalian cuma pergi aja dari sini. gimana??”.
Para pembantu saling bertatap muka. Kemudian mereka berunding lagi tanpa mempedulikan Fany.
”Heh, kalian ko malah pada diskusi lagi sih?? Gimana nih akh!!”. Bentak Fany menarik-narik para pembatu.
”Iya deh non, kamu sudah memutuskan... kami akan mengikuti perintah non... tapi non juga harus menepati janji ya jangan bilang-bilang pada tuan besar?”. Sahut Nunik.
”Siiiip...”. Jawab Fany mengacungkan jempolnya dan mengedipkan sebelah matanya.
Para pembantu syok melihat itu. Baru pertama kali mereka melihat majikannya sebahagia itu. Mereka pun kembali ke kamarnya masing-masing dan membereskan semua barang-barang mereka untuk pergi dari rumah itu.
”Tapi kenapa sih kok non tiba-tiba pengen tinggal sendiri??”. Tanya Nunik tiba-tiba.
“Eits… jangan Tanya kenapa?! No comment!! It’s a secret!! A secret makes a women women!! Hehe…”. Ujar Fany meletakkan telunjuknya di bibirnya.
Nunik kembali mengernyitkan dahinya pertanda semakin bingung.
Akhirnya dalam sekejap para pembantu, termasuk Nunik, tukang kebun, dan para satpam mengosongkan rumah itu.
”Yakin non ga butuh kami??”. Tanya Nunik di mulut gerbang.
”Iya... iya... ga usah khawatir, waktu kecil mendiang kakek ngajarin aku berbagai macam bela diri. Beliau kan udah DAN V di setiap bela diri... hehe...”. Jawab Fany yang kali ini sumringah.
”Baiklah, hati-hati ya... kami pergi dulu...”.
”Ya... ya.... ya.... daaaaaaaah...”.
3
KABUR?
D
i daerah Jakarta bagian Selatan sana pun ada sebuah keluarga selebritis yang namanya sudah cukup tersohor dikalangan artis. Kepala keluarganya yaitu Tom Krus (Tomas Krusono) dan istrinya Tamara Brezeki. Mereka mempunyai seorang anak lelaki yang kini sebaya dengan Nichi. Dia bernama Zavril Alvino Kertarajasa Krusono.
Rupanya dia berniat menjauhi kehidupan keluarganya. Namun berbeda dengan Fany, dia adalah seorang artis tekenal sama seperti orangtuanya. Ada satu alasan yang membuat dia ingin minggat dari rumahnya. Dia dipaksa dijodohkan dengan anak dari teman ayahnya yang juga seorang artis bernama Santy Sofy.
Orang tuanya berniat menikahkan mereka setelah lulus SMA nanti dan acara pertunangannya akan dilaksanakan bulan ini. Dia tak mau dijodohkan karena itu dia berniat kabur dari rumahnya.
Namanya juga kabur, so… dia pergi diam-diam dari rumahnya tanpa memberi tahu siapapun. Eh tunggu… rupanya dia memberi tahu orang tuanya tapi lewat surat. Huh… basi tau!!
Dia menulis surat itu sehari sebelum dia melaksanakan niatnya itu. Dalam surat itu dia mengatakan kalau dia tidak mau dijodohkan dengan siapapun, karena itu dia akan pergi ke tempat yang jauh, tentu saja dirahasiakan. Dia juga bilang tidak akan pulang sebelum orang tuanya membatalkan perjodohan itu.
Malam sebelumnya dia telah menyiapkan tas besar yang diisi dengan barang-barangnya yang kemudian ia sembunyikan di semak-semak halaman depan rumahnya.
Kemudian malam berikutnya ketika semua orang dirumahnya terlelap, barulah dia melaksanakan niatnya itu. Maunya sih gitu, tapi ternyata dia ketiduran dan untungnya terbangun jam 2 pagi. Setelah ingat dengan rencana kaburnya, dia segera mandi air hangat cepat-cepat dan setelah selesai semuanya, dia simpan surat di atas tempat tidurnya, lalu keluar kamarnya yang berada di lantai dua. Eits… tapi bukan ngajol alias loncat atau turun pake tambang atau ngiket sprei kasur jadi tambang and turun ke luar, atau cara-cara kabur yang kaya disinetron lainnya lah…
Semula sih dia juga pengen kaya di TV-TV gitu, ya secara dia tuh kan artis… but, berhubung dia takut ketinggian, so… dia pake cara aman. Dia keluar dari kamar menuju ruang keluarga dan ruang tamu. Karena pintu rumah di kunci dan dia ga punya kunci cadangan, so… dia keluar lewat jendela dan… BERHASIL!!!
Sebernya sih dia ingin naik mobil mercynya aja tapi dia pikir kalau memakai itu, suaranya pasti terdengar oleh kedua orang tuanya dan pasti ketahuan oleh para wartawan dan penggemarnya. Lagian kunci garasinya juga ada di bapaknya. Hehe… So… dia lebih memilih naik bus untuk pergi.
Setelah mengambil tasnya, dia berjalan dengan santai menuju gerbang depan. Eits… jangan lega dulu… di depan masih ada dua satpam yang berbahaya. Satu satpam sudah tertidur lelap. ‘Ah tapi… satpam sih gampang!!’. Pikirnya. Eh apa sebenarnya yang dia rencanakan pada satpam itu?
“Loh tuan muda? Ada apa? Kenapa keluar? Pake baju rapi pula!”. Tanya seorang satpam berwajah garang yang bernama Alex. Dia memperhatikan Zavril dari kepala sampai kaki dengan heran.
“Ah babeh kaya ga tau siapa gua aja!! Gua kan artis beh!! Barusan ada telepon dari manajer, katanya gua musti syuting sekarang gitu!! Mami sama papi juga udah tau kok!!”. Jawab Zavril berbohong dengan gayanya yang sok.
Alex kembali terperanjat. Dia mencibir. Kemudian dia melihat jam tangan nya yang menunjukan pukul 3 pagi.
“Ga salah tuan!! Ini kan baru jam 3!! Masa syuting jam segini sih? Lagian emang tuan ga cape atau ngantuk gitu?”. Tanyanya semakin heran.
“Aduh beh, kalo demi kerjaan sih ga cape beh!! Jadi… bukain gerbangnya dong!!”. Pintanya.
Alex terdiam sejenak. Kemudian ia ingat dengan mobil mercy tuan mudanya yang masih berada di garasi.
“Tapi kok tuan ga pake mobil sih? Tuan bohong ya? hayoo mau kemana?”. Satpam itu terus memberikan pertanyaan  pada Zavril.
‘Uh ni satpam!! Kesel juga nih gua!! Kalo ga cepet, keburu pagi trus mami sama papi pasti tau!’. Pikirnya.
“Nah lo… ga bisa jawab kan? bener kan tuan bohong!! Ayo cepetan masuk lagi!!”. Suruh Alex puas melihat majikannya diam.
‘Uh, lama-lama gua pecat juga ni satpam sialan!!’. Pikirnya lagi.
“Bukan gitu beh!! Masa gua bohong sih!! Gua ga pake mobil soalnya temen gua udah nungguin di depan sono pake mobilnya!! Aduh beh cepetan donk nanti temen gua marah trus gua kesiangan lagi!! Kalo itu terjadi, gua bilangin papi loh biar babeh dipecat!! Mauuu!!”. Ancam Zavril mengeluarkan skak ster.
Alex mulai goyah dan hampir termakan dengan perkataannya. Namun dia masih punya satu pertanyaan lagi yang dia pikir Zavril tak akan bisa menjawabnya. Walaupun dalam pikirannya mungkin saja tuan mudanya itu benar tapi dia tetap menanyakan hal itu.
“Aduh jangan dong tuan!! Maaf deh… tapi kalo emang bener mana temen tuan nya? Kenapa ga langsung kesini aja?”. Tanya Alex tersenyum puas.
‘Busseeet ni satpam!! Tangguh juga dia!! Gua musti jawab apa nih!! okeh lah… satu desakan lagi!!’
“Oh jadi babeh nantang nih?! okeh kalo gitu!!! Gua telepon juga nih temen gua itu biar dia kesini!! Udah gitu dia bakal jadi saksi yang tau kalo babeh membiarkan gua kesiangan!! Trus gua bilangin sama papi biar babeh dipecat!! Hah gimana???”. Seru Zavril mengeluarkan skak matt sekaligus.
Alex terkejut. Dia kembali terdiam sejenak membayangkan yang terjadi jika hal itu benar. Keringat panas dan dingin mulai membasahi kulitnya. Kini, ia benar-benar-benar tak bisa berkata-kata seakan-akan dia telah kehabisan kata-kata.
“Atau, atau bila perlu gua panggil juga papi sama mami sekarang biar babeh denger sendiri dari mereka kalo sekarang gua mau syuting!! Trus udah gitu…”.
“E… eh… u… udah tuan muda… saya menyerah… saya menyerah deh… ampun tuan muda!! i… iya saya percaya tuan muda mau syuting!! Jangan bilang tuan besar ya!! maaf… maaf… maaf ya…”. Pasrah Alex menghentikan perkataan tuan mudanya yang ujung-ujungnya pasti mengatakan dipecat.
‘Yes… menang telak!!’. Pikir Zavril sangat puas.
Setelah perang mulut dengan Alex selama kira-kira setengah jam, akhirnya Zavril pun bisa bernapas lega. Dimulailah petualangannya.
Tempat yang ingin dia tuju adalah rumah temannya yang ada di Bandung. Namun karena terlalu buru-buru, dia malah salah naik bus jurusan kota Cianjur-Sukabumi.
Akhirnya, dia berhasil menaiki bus AC dan duduk di sepasang kursi yang tak ada penumpangnya yang tinggal satu lagi itu. Penampilannya yang serba tertutup dengan memakai jaket jeans, topi dan kacamata hitam itu menyorot perhatian penumpang.
Bau segala jenis parfum menyengat berkeliaran dalam bis itu dan sangat membuat Zavril kurang nyaman.
*****
Di kediaman Zavril…
“Papiiiiiiiiiiiiii……!!!”. Jerit mami Tamara terkejut membaca surat yang tergeletak di tempat tidur Zavril.
Dengan segera sang ayah pun datang menghampiri istrinya. Mami Tamara terdiam, lalu ia duduk di tempat tidur Zavril yang sudah rapi itu.
“Ada apa sih Mi? Papi kan musti buru-buru nih ada syuting!!”. Tanya papi Tom Krus mengancingkan lengan kemejanya.
Mami Tamara masih terdiam, kini air bening mulai keluar dari mata yang sudah dilapisi eyeshadow itu. Air itu perlahan-lahan mulai membasahi kedua pipinya dan kemudian jatuh menetes ke gaun mahalnya.
“Hei… hei… mami kenapa sih? Itu kertas apa? Aril mana?”. Tanya papi Tom Krus heran dengan sikap istrinya.
“Wuaaaa…!!!”. Jerit mami Tamara diiringi pelukan mendadaknya pada papi Tom Krus.
“A… Aril… pi… Aril pergi dari rumaaaaah……!!! Ini surat yang ditinggalin dia!! Huaaaaaa…!!!”. Jeritnya lagi semakin kencang disertai pelukannya yang semakin kencang juga.
Sang suami pun melepaskan pelukan istrinya dengan perlahan-lahan. Kemudian ia baca surat yang ditinggalkan anaknya dan ia pahami apa maksud dari surat itu.
Seketika itu juga wajahnya berubah pucat dan lari menuju pos satpam diikuti istrinya.
“Aleeeeex… Justiiiiin…!!!”. Panggil papi Tom Krus kepada kedua satpamnya yang sedang berjaga di pos.
Kopi hangat yang sedang diminum Alex dan Justin berhamburan keluar dari mulutnya karena mendengar teriakan majikannya itu.
“Siap pak!!!”. Ujar kedua satpam itu dengan sikap sempurna layaknya paskibra.
“Kalian jaga malam dengan baik ga sih?!!! Kenapa Aril bisa kabur dari rumah yang dijaga oleh dua satpam yang dikenal garang dan disegani para perampok ini?!!! siapa yang bisa jelaskan!!!”. Papi Tom Krus pun tak bisa menyembunyikan amarahnya yang langsung meledak saat itu juga.
Kedua satpam itu saling menyikut lengan. Alex yang merasa bertanggung jawab pun mulai angkat bicara. Keringat dingin dan panas kembali membasahi pelipisnya.
“Maaf tuan, tadi pukul tiga pagi… bla… bla… bla… bla…”. Alex pun menceritakan tetet bengek peristiwanya dengan jelas dan panjaaaaaang lebar, tentu saja masih dengan sikap sempurna.
“Ja… jadi… sa… saya… izinkan tuan muda keluar rumah!!”. Lanjutnya mengakhiri ceritanya.
“APAAAAAA?!!!!”.
Kedua orang tua Zavril sangat terkejut dengan penjelasan salah satu satpam mereka itu. Bahkan, sang istri pun jatuh pingsan karena tak sanggup menahan kekecewaannya.
“He… hei… mamiiiii…!! Nanti saya mau bicara empat mata denganmu Alex dan kamu juga Justin!! Sekarang cepat bawa istri saya ke kamar!!”. Perintah sang tuan rumah seraya mengikuti kedua satpamnya yang menggotong istrinya masuk ke dalam rumah.

~to be continued~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar